Rabu 23 Aug 2023 20:55 WIB

KLHK Kaji Teknik Penyemprotan Air Berkabut dari Gedung-Gedung Tinggi di Jakarta

Upaya teknologi modifikasi cuaca untuk atasi polusi udara terkendala minimnya awan.

Mobil kepolisian menyemprotkan air di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Penyemprotan di sekitar jalan protokol tersebut sebagai upaya untuk membersihkan debu-debu yang bertebaran di jalanan akibat polusi udara.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mobil kepolisian menyemprotkan air di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Penyemprotan di sekitar jalan protokol tersebut sebagai upaya untuk membersihkan debu-debu yang bertebaran di jalanan akibat polusi udara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah pusat melirik teknologi alternatif dalam skala mikro untuk mengatasi polusi udara melalui penyemprotan air berkabut yang dilakukan dari gedung-gedung tinggi di wilayah Jakarta. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, operasi teknologi modifikasi cuaca dengan menyemai garam ke lapisan atmosfer masih belum optimal, karena hanya ada sedikit awan hujan akibat musim kemarau panjang.

"Kami mendiskusikan beberapa teknologi alternatif karena teknologi modifikasi cuaca tidak terbatas dengan pesawat yang menabur garam, tetapi dalam skala mikro misalnya dengan membuat semprotan air berkabut dari gedung-gedung tinggi," ujarnya dalam konferensi pers pengendalian pencemaran udara di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Baca Juga

Sigit menuturkan pemerintah saat ini sedang menginventarisasi gedung-gedung tinggi yang potensial untuk dilakukan penyemprotan air berkabut dan menginventarisasi pemilik teknologi tersebut. Pagi tadi, imbuhnya, pemerintah telah bertemu dengan Pertamina yang memiliki teknologi itu sebagai alat untuk mengamankan fasilitas kilang dan depo.

"Jumat akan rapat lagi dengan Menkomarves (Menteri Koordinator Maritim dan Investasi) untuk menginventarisasi semua sumber-sumber yang ada. Kemudian titik-titik prioritas karena keterbatasan peralatan juga ketersediaan sumber untuk mendukung itu," kata Sigit.

Lebih lanjut, dia menyampaikan teknologi penyemprotan air berkabut tidak bisa menyelesaikan masalah polusi udara seluas Jabodetabek. Oleh karena itu pemerintah pusat akan memilih daerah-daerah prioritas untuk dilakukan kegiatan penyemprotan.

Sigit menyampaikan pihaknya terus memantau kondisi cuaca dan awan hujan sebagai modal untuk mengurangi polusi udara melalui operasi teknologi modifikasi cuaca di Jakarta. Kegiatan operasi teknologi modifikasi cuaca yang dilakukan pada 19-21 Agustus 2023 lalu, hujan turun hanya di Bogor, Tangerang Selatan, dan Depok. Sedangkan di Jakarta hujan turun belum optimal. 

"Tanggal 28 Agustus diprediksi ada potensi awan hujan yang cukup di daerah Jakarta. Kami mengupayakan penerapan teknologi modifikasi cuaca pada tanggal itu, tetapi pelaksanaannya masih konfirmasi lagi setiap saat dengan BMKG," ujar Sigit.

Berdasarkan analisis BMKG, peluang untuk memodifikasi cuaca masih terbuka hanya saja peluang itu cukup berat untuk dilakukan dengan melihat kondisi musim kemarau yang minim awan kumulus yang menjadi target penaburan garam semai.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement