REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar pidana, Hibnu Nugroho, mengatakan langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menunda penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), calon anggota legislatif (caleg), serta calon kepala daerah selama pemilihan umum (Pemilu) 2024, bukanlah bentuk diskriminasi. Dia menilai langkah tersebut sebagai langkah untuk mensukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Itu bagian dari politik hukum pidana untuk menjaga kondusifitas di dalam penanganan suatu tindak pidana, karena Kejagung itu kan lembaga negara. Karena lembaga negara pingin mensukseskan suatu pemilu yang merupakan program tahunan,” ujar Hibnu Nugroho.
Selain itu, Hibnu Nugroho juga menyatakan bahwa kebijakan yang sempat menuai polemik di masyarakat tersebut bukan langkah diskriminasi terhadap masyarakat lainnya. Kemudian bukan juga sebagai hak istimewa para kontestan Pemilu 2024. Namun hal itu diyakini dalam rangka menjaga kedamaian dan ketertiban. Sehingga potensi-potensi yang tidak diinginkan pada saat Pemilu 2024 dapat dihindarkan.
“Itu filosifinya ke arah sana, tapi bukan berarti menunda perkara, nanti habis itu bisa dilakukan,” kata Hibnu Nugroho.
Karena itu, menurut Hibnu Nugroho, bagi masyarakat yang memiliki bukti yang cukup adanya keterlibatan calon legislatif, calon kepala daerah hingga calon presiden dalam kasus korupsi segera laporkan sekarang sebelum Pemilu 2024 dimulai. Namun, bagi para kontestan yang diduga terseret kasus korupsi tetap akan diproses setelah Pemilu 2024 selesai.
“Oleh karena itu karena sekarang itu ada data yang cukup, bagi masyarakat sekarang sampaikan bukti-bukti, sebelum resmi jadi calon,” kata guru besar Unsoed itu.
Diberitakan Republika.co.id, sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerbitkan instruksi dan memorandum agar pengaduan, pelaporan, dan proses hukum pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan peserta Pemilu 2024 ditunda. Penundaan penanganan hukum peserta pemilu dilakukan sampai pesta demokrasi serempak tahun mendatang tuntas digelar.
Instruksi tersebut ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), serta kejaksaan di seluruh Indonesia. Burhanuddin dalam instruksi dan memorandum tersebut mengatakan penundaan untuk menghindari black campaign atau kampanye hitam. Jaksa Agung tak ingin, proses penegakan hukum yang dilakukan Korps Kejaksaan menjadi sarana penggiringan opini yang buruk dan menjadi alat politik bagi pihak-pihak tertentu.
“Oleh karenanya, kepada seluruh jajaran insan Adhyaksa, khususnya jajaran Tindak Pidana Khusus (Pidsus), dan jajaran intelijen di seluruh penjuru Tanah Air, agar (1) penanganan laporan pengaduan dugaan tindak piana korupsi yang melibatkan Calon Presiden, Calon Wakil Presiden, Calon Anggota Legislatif, serta Calon Kepala Daerah perlu dilakukan secara cermat dan sangat hati-hati,” kata Jaksa Agung dalam instruksi yang diterbitkan, pada Ahad (20/8) lalu.