REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan besarnya potensi ekonomi hilirisasi kakao menjadi cokelat artisan bean to bar atau yang sering juga dikenal sebagai craft chocolate bernilai tambah tinggi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyebut, produk cokelat artisan bean to bar memiliki nilai tambah berkisar 700 persen hingga 1.500 persen sedangkan produk cokelat lainnya berkisar 100 persen hingga 300 persen.
Produk craft chocolate sangat digemari oleh wisatawan mancanegara dan kalangan menengah atas di dalam negeri. "Karena craft chocolate menghasilkan produk dengan rasa yang unik yang didukung dengan cerita tertentu yang berasal dari daerah tertentu", ujar Putu lewat keterangan di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Cokelat artisan biasanya diproses dari biji yang berasal dari daerah tertentu (single origin). Kisalnya craft bean to bar dari Ransiki (Papua), Berau (Kalimantan Timur), atau Jembrana (Bali) dan lain-lain. Saat ini, terdapat 31 perusahaan atau produsen cokelat artisan dengan kapasitas 1.242 ton per tahun.
Indonesia sendiri, lanjut Putu, memiliki peluang untuk pengembangan cokelat artisan, karena didukung sekitar 600 profil aroma yang dapat digunakan sebagai modal dasar inovasi dan variasi produk cokelat artisan. Karena nilai tambahnya yang tinggi, produsen cokelat artisan ini mampu membeli biji kakao dengan harga yang lebih bersaing, sekitar Rpb50.000 per kg hingga Rp 70.000 per kg, di mana harga biji kakao pada umumnya sekitar Rp 30.000 per kg.
Produsen cokelat artisan membutuhkan biji kakao yang telah difermentasi dengan kualitas premium. Sedangkan produsen kakao olahan lainnya masih dapat mengolah biji kakao asalan.
"Oleh karena itu, pemerintah melalui Kemenperin akan terus mendorong hilirisasi pengolahan cokelat artisan," tegas Putu.