REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dua kawasan hutan yang ada di wilayah KPH Semarang rawan terjadi kebakaran di tengah kondisi cuaca yang cenderung panas dan kering dampak musim kemarau serta fenomena el Nino seperti saat ini.
Sinergitas antar pemangku kepentingan pun menjadi salah satu pilar penting untuk mendukung langkah-langkah pencegahan maupun penanganan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kepala Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Semarang, Teguh Jati Waluyo mengungkapkan, areal hutan Perum Perhutanidi wilayah Kabupaten Semarang luasnya mencapai 7.400 hektare.
Untuk beberapa titik rawan kebakaran di kawasan hutan ini telah dilaporkan kepada bupati Semarang dalam rapat koordinasi satgas penanganan karhutla Kabupaten Semarang beberapa waktu lalu.
“Dua titik rawan di kawasan hutan KPH Semarang ini salah satunya memang di sekitar lereng Gunung Merbabu,” jelasnya, usai mengikuti Apel Gelar Pasukan Satgas Penanganan Karhutla Kabupaten Semarang 2023, di Ungaran, Kamis (24/8/2023).
Walaupun sampai hari ini belum terjadi kebakaran hutan di wilayahnya, Teguh memastikan berbagai upaya pencegahan terjadinya kebakaran di kawasan hutan telah dilaksanakan oleh jajaran.
Oleh karena itu, lanjut dia, dengan adanya Satgas Penanganan Karhutla Kabupaten Semarang ini akan memperluas jejaring dan sinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Ia berharap setelah apel lintas pemangku kepentingan ini segera ada tindak lanjut, terutama untuk peningkatan kecepatan upaya-upaya pencegahan di lapangan. “Karena kalau sudah terjadi kebakaran hutan, penanganannya juga akan semakin sulit,” ungkapnya.
Sejauh ini, lanjut Teguh, upaya-upaya di internal Perum Perhutani dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan telah dilakukan oleh petugas di lapangan dengan melibatkan para relawan dan masyarakat peduli api.
Seperti rutin melaksanakan patroli untuk menekan berbagai aktivitas di kawasan hutan yang dapat menyebabkan potensi kebakaran hingga melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar hutan.
Adapun secara teknis engineering sesuai dengan prosedur pencegahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah menyiapkan pilaran pencegahan atau pembuatan sekat bakar di kawasan rentan munculnya titik api.
“Kami berharap, kebakaran hutan jangan sampai terjadi, namun demikian berbagai antisipasi telah kami lakukan agar berbagai risiko yang dapat memicu terjadinya karhutla tersebut tetap kami menimalkan,” jelas dia.
Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha menambahkan, kondisi geografis Kabupaten Semarang memang memiliki potensi terhadap terjadinya bencana karhutla, sehingga penting mendapatkan perhatian bersama.
Diperlukan kerja sama dan sinergitas antar stakeholder serta menyatukan tekad untuk bersama-sama melaksanakan langkah pencegahan dengan tepat dan mengesampingkan ego sektoral.
Terlebih, berdasarkan informasi dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau di Indonesia tahun ini akan berlangsung lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya maupun kemarau tahunan.
Maka kondisi ini harus diantisipasi dengan baik dan terukur agar bencana karhutla tidak terjadi. “Karena karhutla bisa berdampak bagi kehidupan sosial, ekonomi, juga kamtibmas,” jelasnya.
Sehingga, dengan manajemen penanganan karhutla yang terkoordinasi baik, tidak saja akan memudahkan dalam pelaksanaan di lapangan. “Penanganannya pun akan dapat meminimalkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda yang lebih banyak,” kata bupati.