REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Dewan Fatwa Islam Tertinggi Palestina memperingatkan, otoritas pendudukan Israel yang mengontrol Masjid Al Aqsa di Yerusalem, melalui penyerbuan rutin oleh kaum fanatik Yahudi telah mencapai tahap lanjut dan mengkhawatirkan.
Dewan tersebut, dalam sebuah pernyataan, menyampaikan Masjid Al Aqsa sedang mengalami keadaan yang menyakitkan dan berbahaya. Bukan karena pendudukan Israel mampu mencapai tahap lanjut dalam kendalinya, melainkan juga karena otoritas pendudukan mengambil langkah berturut-turut untuk melakukan pembangunan kuil yang mereka duga di lokasi tersebut.
Dewan Fatwa itu, sebagaimana dilansir Wafa, Jumat (25/8/2023), menekankan, penyerbuan Masjid Al Aqsa oleh kelompok fanatik Yahudi tidak akan mengubah status hukum, agama dan sejarah Masjid tersebut sebagai wakaf Islam bagi umat Islam di seluruh dunia, yang akan mempertahankannya dengan sekuat tenaga dan dengan semua kekuatan yang mereka miliki.
Dewan tersebut, dalam pertemuan yang digelar di Yerusalem yang dipimpin oleh Mufti Agung Yerusalem dan Wilayah Palestina Ketua Dewan Fatwa Tertinggi Syeikh Muhammad Hussein, menegaskan kembali kecaman mereka atas serangan terhadap simbol dan kesucian Islam dengan kedok kebebasan berekspresi.
Kejahatan yang menjijikkan dan penuh kebencian ini, lanjut pernyataan Dewan tersebut, jelas tidak bisa ditoleransi, sebagaimana tindakan pembakaran Alquran yang terjadi di sejumlah negara baru-baru ini.
"Karena rasisme itu sendiri dimaksudkan untuk mengobarkan perasaan kebencian dan kekerasan di antara orang-orang, dan mendorong perang agama yang tidak dapat dihentikan," katanya.
Dewan juga mengutuk tindakan Israel yang menghancurkan rumah-rumah warga Palestina, merampas tanah, mencabut pohon, mengendalikan dan mengeksploitasi sumber daya alam Palestina, dan menjarah air. Dewan menggambarkan tindakan ini sebagai pembersihan etnis dan ras yang menjijikkan.
Dewan Fatwa juga menegaskan kembali posisinya yang dikeluarkan sebelumnya mengenai larangan partisipasi atau pencalonan dalam pemilihan kota Israel di Yerusalem yang diduduki. Ini karena hal tersebut melanggar hukum agama dan konsensus nasional.
Diingatkan pula oleh dewan tersebut bahwa pemerintah kota adalah perpanjangan tangan otoritas pendudukan dalam melaksanakan proyek pemukiman dan Yudaisasi di Yerusalem yang diduduki. Dampak lainnya ialah membatasi sarana hidup dan perumahan bagi penduduk Palestina, dan mengenakan pajak yang sangat tinggi pada warga Palestina.
"Kota Yerusalem telah diduduki, dan kota ini adalah wilayah Arab dan Islam, dan hal ini ditegaskan oleh hukum internasional yang menganggap Yerusalem dan wilayah Palestina lainnya telah diduduki," tegas Dewan Fatwa Islam Tertinggi Palestina.