REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Proyek transisi energi yang digadang oleh dunia justru membutuhkan cadangan mineral sebagai bahan baku utama. International Energy Agency mencatat permintaan cadangan mineral justru mengalami peningkatan pascamayoritas negara menjalankan proyek transisi energi.
Senior Energy Analyst IEA, Tae Yoon Kim, menjelaskan permintaan atas beberapa komoditas mineral mengalami pertumbuhan yang signifikan pada tahun 2022. Misalnya, komoditas kobalt mengalami pertumbuhan permintaan hingga 40 persen dari tahun 2021 ke 2022. Sedangkan permintaan nikel, naik 16 persen dan tembaga naik 22 persen. Permintaan lithium justru melejit hingga 56 persen pada tahun 2022.
"Sejak seluruh negara menyepakati kesepakatan Paris dan menggaungkan proyek transisi energi, permintaan komoditas mineral justru mengalami peningkatan. Nikel, kobalt, lithium hingga tembaga merupakan bahan baku utama untuk membuat panel surya, baterai dan juga manufaktur pembangkit energi bersih," ujar Yoon Kim dalam forum Critical Mineral in Transition Energy di Bali, Jumat (25/8/2023).
Yoon Kim melihat, tata kelola pertambangan yang berkelanjutan memegang peran penting dalam mendukung rantai pasok ekosistem energi bersih ini. Inovasi teknologi yang dilakukan saat ini juga membutuhkan untuk membuat cadangan mineral ini bisa terkelola dengan baik tanpa harus membuat bumi semakin rusak.
Di satu sisi, Yoon Kim mengakui bahwa transisi energi juga turut mendorong pertumbuhan sektor pertambangan. Justru, kata Yoon Kim sektor pertambangan mineral mampu menjadi katalis penggerak ekonomi.
"Inilah sebabnya mengapa kita memerlukan lebih banyak perhatian terhadap topik mineral penting dan peningkatan pasokan di sana agar pengembangan rantai pasokan dapat berjalan seimbang. Inilah salah satu pilar penting dalam ekosistem energi bersih," tegas Yoon Kim.