Jumat 25 Aug 2023 11:56 WIB

Tiga Negara ASEAN Ini Sepakat Perkuat Penggunaan Mata Uang Lokal

Kerja sama itu dilakukan melalui sinergi sistem pembayaran.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand menyepakati untuk memperkuat kerja sama untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara. Khususnya, dalam transaksi bilateral antara Indonesia dan Thailand, Indonesia dan Malaysia, serta Thailand dan Malaysia yang telah diimplementasikan sejak 2018. 

“Penguatan kerja sama tersebut dilakukan melalui perluasan penggunaan mata uang lokal pada transaksi lintas batas yang lebih luas dari cakupan perdagangan dan investasi langsung saat ini,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (25/8/2023). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, kerja sama tersebut dilakukan melalui sinergi dengan inisiatif sistem pembayaran lintas negara. Khususnya, untuk penyelesaian transaksi dalam mata uang lokal yang lebih mudah diakses dan efisien.

Kesepakatan tersebut diwujudkan melalui seremoni penandatanganan Nota Kesepahaman oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Negara Malaysia, Abdul Rasheed Ghaffour, dan Gubernur Bank Thailand, Sethaput Suthiwartnarueput, pada hari ini (25/8/2023) di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) ke-10 di Jakarta, Indonesia.

Kesepakatan tersebut juga menunjukkan komitmen Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand untuk memperkuat kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral antarketiga negara tersebut. Kerja sama tersebut menandai tonggak utama dalam memperkuat transaksi lintas negara antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand. 

“Ketiga bank sentral meyakini bahwa hal tersebut akan memberikan kontribusi positif bagi stabilitas pasar keuangan serta pendalaman pasar keuangan dalam mata uang lokal di ketiga negara,” ucap Erwin. 

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai saat ini ada kemungkinan dedolarisasi menjadi tren di banyak negara. Hanya saja, Eko menegaskan, dolar AS masih akan mendominasi mata uang dunia dalam jangka panjang ke depan.

Untuk itu, Eko menuturkan tidak akan secara tiba-iba terjadi penurunan drastis dalam pengunaan dolar AS bagi transaksi global. "Bagaimanapun bertransaksi dengan dolar AS sebenarnya lebih praktis," ucap Eko.

Eko berpendapat, penggunaan LCS atau local currency transaction (LCT) untuk pebisnis ekspor impor harus terus disosialisasikan. Pemerintah juga perli memastikan pebisnis juga terlibat dalam penggunaan LCT.

Sementara untuk transaksi ritel juga perlu dipastikan negara yang sudah bekerja sama segera merealisasikannya. "Misalnya dengan QRIS, tidak hanya di ibu kota negara lain dan kerja sama dengan banyak negara perlu dilakukan agar ada pilihan alternatif," ungkap Eko.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement