REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Iklan judi online disebut menjadi pintu masuk bagi masyarakat yang terjerumus ke dalamnya. Ada dua faktor penting yang perlu menjadi perhatian oleh pemerintah dalam upaya pemberantasan judi online, yakni para agen judi yang berada di Indonesia dan kebocoran data pribadi.
“Sumber utamanya adalah ketika ada tawaran dari bandar judi ke agen judi yang ada di Indonesia atau orang Indonesia, kemudian agen judi itu dia bisa mendapatkan kontak, sehingga menawarkan iklan judi itu kepda masyarakat. Darimana sumbernya? Kebocoran data pribadi,” ujar pakar keamanan siber dari lembaga CISSReC, Pratama Persadha, dalam diskusi daring, Sabtu (26/8/2023).
Dari sanalah para agen judi online mendapat nomor ponsel yang masyarakat punya untuk kemudian menawarkan barang dagangannya tersebut, baik lewat aplikasi pesan singkat Whatsapp maupun SMS biasa. Ketika seseorang tertarik dengan tawaran yang dilemparkan oleh para agen judi online itu, terjerumuslah mereka ke perputaran uang judi tersebut.
Pratama menerangkan, bandar judi rata-rata tidak berjumlah banyak. Hanya ada dua atau tiga yang berada di Indonesia. Menurut dia, yang banyak ada di Indonesia adalah para agen judi online, bahkan mencapai ribuan. Para agen tersebut yang membuat situs dan mempunyai orang-orang pemasaran yang menawarkan judi online kepada masyarakat.
“Orang-orang inilah yang mencari mangsa di Indonesia. Begitu kita daftar, di-direct apps-nya sama. Ada slot, poker, QQ, domino, bacarat. Semua bisa kita mainkan,” tutur dia.
Sebab itu, dia mengatakan, pemerintah bisa melakukan upaya pemberantasan judi online dimulai dari menghilangkan semua agen-agen judi online yang ada di Indonesia. Upaya mendeteksi agen-agen judi online yang berada di Indonesia, kata dia, merupakan cara yang jauh lebih cepat daripada menggunakan teknologi pelacakan.
“Kalo kita itu menggunakannya dengan tracing technology, itu butuh waktu. Cara paling cepat adalah melakukan deteksi orang-orang yang menjadi agen-agen di Indonesia ini. Karena kan mereka melakukan pengiriman SMS untuk penawaran judi online. Mereka menggunakan Whatsapp untuk melakukan komunikasi dengan pelaku (judi),” jelas dia.
Pratama menjelaskan, ketika ada agen yang tertangkap, dapat dilihat sistem khusus yang mereka gunakan untuk berhubungan dengan sistem bandar judi. Menurut dia, sistem itu hanya ada di para agen, tidak ada di para pemain. Dengan dapat dilakukannya upaya tersebut, Pratama mempertanyakan kemauan yang pemerintah miliki untuk memberantas judi online di tengah masyarakat.
“Ini kalau memang mau sebenarnya bisa. Yang jadi masalah adalah mau apa nggak? Kominfo sebenarnya sudah cukup bagus ya melakukan blokir terhadap web-web yang ada. Tapi kita tahu, web itu kan murah, bahkan gratis. Kalau diblokir satu, mereka nambah lagi 1.000. Diblokir 1.000 nambah lagi sejuta. Jadi tidak ada habisnya kalau agen-agen ini tidak ditangkap,” terang Pratama.