KUNINGAN – Angin yang cukup kencang dan berubah-ubah arah serta medan berbatu dan terjal menjadi kendala dalam pemadaman api di lokasi kebakaran hutan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), pada Sabtu (26/8/2023). Apalagi, titik kobaran api itu berada di ketinggian 430-750 meter di atas permukaan laut (Mdpl)
Berdasarkan rilis resmi yang disampaikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan, Sabtu (26/8/2023) hingga pukul 17.00 WIB, perkiraan sementara total luas hutan kawasan TNGC yang terbakar sudah mencapai sekitar 151 hektare. Luasan area yang terbakar itu meningkat signifikan dibandingkan Jumat (25/8/2023) pukul 23.30 WIB, yang diperkirakan mencapai 56,9 hektare.
Kebakaran itu tersebar di delapan blok kawasan TNGC. Yakni, Blok Talaga Bogo dan Batu Luhur, Blok Batu Kuda, Blok Batu Beuhuengan, Blok Tegal Bodas, Blok Jalan Maling, Blok Panjak Rama, Blok Karang Dinding dan Blok Jalan Bukit Seribu Bintang.
Kedelapan blok itu masuk ke dalam wilayah Desa Pasawahan, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. ‘’Pantauan aplikasi SIPONGI (Karhutla Monitoring Sistem) sampai pukul 17.00 WIB, masih terdeteksi 12 titik api, dengan arah angin ke barat dan kecepatan 2,17 KM/H,’’ ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kuningan, Indra Bayu Permana.
Upaya pemadaman kebakaran pun masih terus dilakukan melalui darat dengan menggunakan peralatan parang, jet shooter dan lainnya. Upaya tersebut dilaksanakan pada lokasi titik api yang mengarah ke Cileutik dan titik api yang mengarah ke Karangdinding.
Selain itu, tim gabungan juga melakukan pembuatan sekat bakar, yang dilaksanakan mulai dari daerah Cileutik – Karangdinding sepanjang kurang lebih 1,5 kilometer.
Sementara itu, ketika ditanyakan apakah kejadian kebakaran di hutan TNGC saat ini sudah dinyatakan tanggap darurat, Indra menjelaskan, sampai saat ini belum menyatakan situasi tanggap darurat.
‘’Tapi ini juga sangat situasional, melihat perkembangan besok atau dua hari kedepan. Semoga saja besok lebih kondusif dan sudah tidak ada penambahan titik api,’’ kata Indra. n Lilis Sri Hartini, ed: Agus Yulianto