REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, Kemenkumham memberikan perlakuan khusus fasilitas keimigrasian bagi para eksil korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di luar negeri untuk pemulihan hak-hak korban melalui penyelesaian non-yudisial.
Dia mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No M.HH-05.GR.01.01 Tahun 2023 tentang Layanan Keimigrasian bagi Korban Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat pada 11 Agustus 2023.
"Kami mau memberikan treatment khusus, saya mengeluarkan Keputusan Menteri secara khusus, untuk ini bagi saudara-saudara kita eks MAHID (mahasiswa ikatan dinas), keputusan menteri beberapa bulan lalu, dan memberikan fasilitas dan kemudahan keimigrasian kepada teman-teman bapak ibu korban pelanggaran HAM berat yang berada di luar negeri," kata Yasonna dalam konferensi pers daring pertemuan dengan para eksil di Amsterdam, Belanda, dilansir Antara di Jakarta, Ahad (27/8/2023).
Yasonna menjelaskan, pihaknya memberikan fasilitas keimigrasian berupa "Multiple Entry Visa" atau Visa Kunjungan Beberapa Kali Perjalanan (VKBP) selama lima tahun dengan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang digratiskan. "Tanpa 'Golden Visa', tanpa 'Second Home Visa', kami menyediakan 'Multiple Visa Five Years' kepada bapak/ibu dengan PNBP nol, berarti gratis," ujarnya.
Dia menyebut Visa Kunjungan Beberapa Kali Perjalanan itu nantinya bisa ditingkatkan menjadi izin tinggal sementara (Itas). "Kalau nanti sudah berwaktu-waktu di sana, ingin memohon Itas kita bisa berikan izin tinggal sementara dengan PNBP nol, gratis," katanya.
Adapun peraturan perundang-undangan yang mengakomodasi dwi-kewarganegaraan saat ini masih menjadi perdebatan panjang di parlemen karena pembahasan harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan DPR RI, katanya.
Yasonna menuturkan, perlakuan khusus fasilitas keimigrasian kepada eksil korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri menjadi salah satu upaya pemulihan hak korban dengan pendekatan menyembuhkan luka. "Jadi itu gesture dari pemerintah "we are serious". Yang kami maksudkan adalah mencoba kembali memperbaiki luka-luka lama akibat kebijakan-kebijakan yang pernah dilakukan Pemerintah Indonesia (terdahulu)," kata dia.
Yasonna lantas secara simbolik menyerahkan visa izin masuk kembali kepada salah seorang eks MAHID bernama Sri Budiarti. Di mana pada kesempatan tersebut hadir 59 eksil dari Belanda, enam dari Jerman, serta sejumlah eksil dari negara Eropa lainnya yang hadir secara virtual. Untuk mendapatkan fasilitas keimigrasian itu, eks MAHID harus mengajukan permohonan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di tempatnya menetap. Selanjutnya, KBRI akan memproses dengan meneruskan permohonan ke pemerintah pusat. Permohonan visa bagi eks MAHID itu diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM atau pejabat Imigrasi yang ditunjuk, setelah mendapatkan rekomendasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Dalam pertemuan tersebut, Yasonna beserta jajaran hadir didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD beserta jajaran, Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda Mayerfas, perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM) lainnya.