REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu ketika pada 2008, semua menteri kesehatan (menkes) dari negara Islam, termasuk dr Siti Fadilah Supari berkumpul dalam sebuah pertemuan. Di pertemuan itulah, Menkes Iran dan Palestina meminta bantuan kepada Siti Fadilah Supari yang mewakili pemerintah RI.
Menurut Siti Fadilah, beberapa menkes dari negara Islam itu sudah jatuh hati kepadanya. Hal itu karena keberaniannya melawan kekuatan dahsyat di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Amerika Serikat (AS). Hal itu lantaran ia berani mengusir NAMRU 2, yang merupakan laboratorium penelitian milik Angkatan Laut AS di Jakarta keluar dari Indonesia.
Keputusannya itu mengundang decak kagum dari negara yang tak suka kepada AS. Dampaknya, beberapa negara Islam pun menyanjungnya dalam sebuah pertemuan itu.
"Saya tidak melawan negaranya, saya melawan ketidakadilannya, saya melawan kejahatannya," kata Siti Fadilah saat talkshow dan launching buku terbaru MER-C berjudul 'Menghimpun Kebesaran Allah; Kisah Perjuangan Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza-Palestina di Jakarta, Ahad (27/8/2023).
Mulai saat itu, menurut Siti Fadilah, negara yang penduduknya mayoritas Islam mulai mendekat kepadanya. Bahkan, beberapa menkes dari negara Muslim semakin intensif melakukan pertemuan dengannya.
Dalam pertemuan itu, ada banyak hal yang dibahas. Di antaranya, bagaimana sebuah negara membuat vaksin sendiri, khususnya bagi umat Islam supaya tidak ada lagi kandungan zat haram di dalamnya. Tentu saja, fokus pembicaraan akhirnya terkait pembuatan vaksin meningitis dan lain sebagainya.
"Anehnya dari negara-negara Islam tersebut yang tidak sejalan dengan kami ada dua, yakni Malaysia dan Arab Saudi, tapi negara lain sangat percaya ke saya karena perlawanan saya ke WHO," ujar Siti Fadilah. Dia tidak tahu mengapa dua negara itu seolah menjaga jarak dengannya.
Dalam seuah kesempatan, Siti Fadilah didatangi Menkes Iran yang datang dengan menggandeng Menkes Palestina yang berasal dari Hamas. Menkes Iran tersebut sangat proaktif melobinya.
"Ibu, ini menteri kesehatan Palestina, dia tidak bisa cerita, saya yang cerita, setiap hari Gaza dibombardir (oleh Israel), tidak ada obat, tidak ada rumah sakit yang merawat mereka, mereka kalau ditembaki ya sudah, sembunyi atau mati," ujar Siti Fadilah menirukan perkataan Menkes Iran kepadanya belasan tahun silam.
Siti Fadilah mengatakan, dirinya segera berlinang air mata mendengar kisah penderitaan warga Gaza, Palestina. Kepada Siti Fadilah, Menkes Iran mengajak pemerintah RI untuk membantu rakyat Palestina secara konkret. Menkes Iran itu berani menjamin, jika RI berusaha pasti bisa mewujudkannya.
Menurut Siti Fadilah, Menkes Iran kesulitan membantu rakyat Palestina karena negaranya sedang diembargo AS dan sekutunya. Siti Fadilah pun spontan menawarkan bantuan obat-obatan, tapi Menkes Iran itu menganggap hal itu bisa dipenuhi negaranya.
Kemudian Menkes Iran dan Palestina menyampaikan bahwa mereka memiliki lahan kosong di Gaza. Keduanya pun secara terus terang meminta bantuan RI untuk mendirikan sebuah rumah sakit (RS) di Gaza. Nantinya, RS itu dinamakan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza.
"Ya Allah bagaimana saya mendirikan (rumah sakit), kalau tanahnya diberi, siapa yang membangun. Tapi waktu itu kebayang wajahnya Joserizal Jurnalis (pendiri Medical Emergency Rescue Committee/MER-C). Tapi, (terus) saya mikir uangnya dari mana?" ujar Siti Fadilah.
Tidak mau mengecewakan dua koleganya, Siti Fadilah mengatakan kepada Menkes Iran dan Palestina akan memikirkan terlebih dahulu hal itu. Dia berjanji untuk mengurus gagasan mendirikan RS di Gaza.
Sebelum pertemuan berakhir, kata dia, Menkes Iran menekankan lagi, sebaiknya pendirian RS di Gaza harus dilakukan secara G to G (goverment to goverment) Siti Fadilah pun berpikir, ia bakal menyerahkan hubungan pemerintah Indonesia kepada MER-C dalam upaya membangun RS di Gaza.
Pada akhir 2008 yang tadinya sudah tidak pemboman yang dilakukan militer Zionis Israel, Siti Fadilah tiba-tiba dikejutkan siaran televisi yang menyiarkan berita serangan bom di Jalur Gaza. Melihat hal itu, Siti Fadilah menelepon jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan MER-C.
Siti Fadilah bergerak cepat dengan menugaskan pejabat Kemenkes maupun MER-C untuk bergerak ke Gaza membawa obat-obatan. Langkah sigap itu bisa terjadi karena waktu itu, Kemenkes selalu punya stok obat-obatan untuk menanggulangi dampak bencana yang serang terjadi di Indonesia.
"Pada waktu itulah pertama kali kami membawa obat-obatan dari Departemen Kesehatan (sekarang Kemenkes) dan resmi sebagai utusan pemerintah Indonesia," jelas Siti Fadilah.
RI perjuangkan Palestina di WHO...