REPUBLIKA.CO.ID,PARIS – Pelarangan abaya di sekolah-sekolah publik Prancis dipandang sebagian pihak sesuatu yang berlebihan. Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal mengumumkan pelarangan ini, menganggap abaya bagian dari pakaian keagamaan, khususnya Islam.
Sebaliknya, kelompok sayap kiri menyebutnya sebagai upaya pemerintah menjadi ‘polisi’ atas pakaian yang dikenakan warganya. Bahkan lebih jauh dari itu, kebijakan tersebut merupakan langkah pemerintah menolak keberadaan Muslim di Prancis.
’’ Pelarangan ini merupakan karakteristik dari obsesi penolakan terhadap Muslim di Prancis,’’ kata Clementine Autain, anggota parlemen dari partai La France Insoumise, seperti dilansir laman berita Deustche Welle, Senin (28/8/2023).
Ketua La France Insoumise, Jean-Luc Melenchon menguatkan pendapat rekan satu partainya itu. Ia menyatakan, kembalinya anak-anak ke sekolah pada September ini malah dipolarisasi secara politik melalui perang agama dalam bentuk yang absurd.
Pada 2004, Prancis melarang pemakaian jilbab di sekolah dan cadar di ruang publik pada 2010. Rangkaian pelarangan ini memicu kemarahan lima juta Muslim di negara tersebut. Lagi pula, komunitas Muslim tak menganggap abaya sebagai pakaian religius seperti hijab.
Abdallah Zekri, wakil ketua French Council of the Muslim Faith (CFCM), mengatakan keputusan Attal melarang abaya tak tepat. ‘’Abaya itu bukan busana keagamaan, ini merupakan mode fesyen,’’ katanya kepada BFM TV.
Kurang dari setahun, pendahulu Attal, Pap Ndiaye, memutuskan tak melangkah lebih jauh dan secara khusus melarang abaya. Ia menyatakan kepada Senat,’’Abaya sulit didefinisikan, secara hukum, ini akan membawa kita ke pengadilan administratif dan kita akan kalah.’’