REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih mengumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan berkunjung ke Vietnam bulan depan. Ia akan bertemu Sekretaris Jenderal Nguyen Phu Trong dan pemimpin Vietnam lainnya.
Gedung Putih mengatakan Biden kan melakukan perjalanan ke Hanoi pada 10 September, untuk melakukan kunjungan satu hari ke ibu kota Vietnam. Seusai menghadiri pertemuan puncak tahunan pemimpin G20 di India.
“Para pemimpin akan menjajaki peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Vietnam yang berfokus pada teknologi dan inovasi, memperluas hubungan antar masyarakat melalui pertukaran pendidikan dan program pengembangan tenaga kerja, mengatasi perubahan iklim, dan meningkatkan perdamaian, kemakmuran, dan stabilitas. di kawasan ini,” kata sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre dalam pernyataannya, Senin (28/8/2023).
Gedung Putih juga mengumumkan Biden akan singgah di Alaska dalam perjalanan pulang dari Vietnam untuk memperingati 22 tahun serangan 11 September 2001 di AS. Jean-Pierre mengatakan Biden akan mengikuti ikut upacara peringatan di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson di Anchorage bersama anggota militer, petugas pertolongan pertama dan keluarga mereka.
Pengumuman Gedung Putih disampaikan setelah berminggu-minggu Biden mengisyaratkan akan berkunjung ke Vietnam. Pada 29 Juli di Freeport, Maine, ia mengatakan pemimpin Vietnam ingin bertemu dengannya.
Di hadapan pendonor kampanyenya di New Mexico awal bulan ini Biden mengatakan ia “akan segera pergi ke Vietnam karena Vietnam ingin mengubah hubungan dua negaranya dan menjadi mitra.”
“Saya mendapat telepon dari pemimpin Vietnam, sangat ingin bertemu dengan saya ketika saya pergi ke G20, mereka ingin mengangkat kami menjadi mitra utama, bersama dengan Rusia dan Cina. Menurut Anda tentang apa itu? Tidak, aku tidak bercanda,” kata Biden di Maine.
Vietnam merupakan negara otoriter satu partai, Partai Komunis Vietnam. Kelompok hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan mengenai pembatasan kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai di Vietnam, serta penangkapan puluhan pengkritik pemerintah.
Ketika ditanya tentang catatan hak asasi manusia di Vietnam, Jean-Pierre mengatakan Biden “tidak pernah menghindar” untuk membicarakan hak asasi manusia kepada pemimpin mana pun.
Biden ingin memperluas dan memperkuat hubungan di Asia Tenggara selama masa jabatannya. Saat Washington semakin khawatir dengan menguatnya pengaruh Cina di kawasan tersebut.
Pemerintah Biden berulang kali mengatakan mereka berupaya meningkatkan komunikasi antara kedua pemerintah untuk mengatasi isu-isu yang menurut pemerintahan Partai Demokrat memiliki kepentingan bersama seperti upaya global untuk memerangi perubahan iklim dan menghindari konflik dan konflik yang tidak perlu.
Selama bertahun-tahun AS berupaya memperkuat hubungan dengan Vietnam, yang dengan hati-hati menanggapi permohonan Washington. Baik Cina dan Rusia telah lama menjadi mitra dagang utama bagi Vietnam.
Perbatasan Cina kurang dari 96 kilometer dari Hanoi dan Vietnam. Seperti banyak negara tetangga Cina lainnya, Vietnam memiliki sengketa maritim dan teritorial dengan Beijing di Laut Cina Selatan. Kedua belah pihak terlibat perang singkat pada tahun 1979. Namun Cina adalah mitra dagang terbesar Vietnam.
Awal tahun ini, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengunjungi Vietnam setelah peringatan 50 tahun penarikan pasukan AS yang menandai berakhirnya keterlibatan militer langsung Amerika di Vietnam. Ia berjanji meningkatkan hubungan ke tingkat yang baru. Pada bulan Juli Menteri Keuangan Janet Yellen juga melakukan perjalanan ke Hanoi.
Hubungan diplomatik antara AS dan Vietnam baru pulih pada tahun 1995. Sejak itu, perdagangan bilateral telah berkembang, mencapai nilai tertinggi dalam perdagangan barang sebesar 138 miliar dolar AS pada tahun lalu.
Vietnam menjadi pusat produksi ekspor utama bagi produsen global seperti LG dan Samsung Electronics dari Korea Selatan, pemasok ke Apple, Inc. dan pembuat mobil seperti Honda dan Toyota.
Kepopuleran Vietnam meningkat ketika para produsen berupaya mengalihkan produksinya dari Cina. Karena ketegangan geopolitik dan banyak industri yang mendiversifikasi rantai pasokan yang terhambat pandemi virus korona.