REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Otoritas Lebanon telah menangkap seorang warga Rusia yang dicurigai memata-matai Hizbullah, yakni partai politik dan paramiliter berpengaruh di negara tersebut. Alih-alih bekerja untuk negaranya sendiri, warga Rusia itu disebut melakukan spionase untuk Israel.
Seorang pejabat keamanan Lebanon pada Senin (28/8/2023) mengungkapkan, Hizbullah menjadi pihak yang melapor kepada otoritas keamanan Lebanon tentang adanya warga Rusia yang menjadi agen Israel. “(Warga Rusia itu) direkrut oleh Israel untuk misi pengintaian di markas besar mereka (Hizbullah) di pinggiran selatan Beirut dan Lebanon selatan,” kata pejabat tersebut, dikutip laman Al Arabiya.
Dia menambahkan, pasukan keamanan menangkap warga Rusia itu dua pekan lalu di bandara Beirut ketika mencoba kabur bersama istri dan anaknya. Setelah dibekuk, dia diinterogasi di departemen keamanan umum dan kemudian dirujuk ke jaksa militer yang kini bertanggung jawab atas penyelidikan tersebut.
Pada Jumat (25/8/2023) lalu, Penjabat Kepala Badan Keamanan Umum Lebanon Elias al-Baysari mengumumkan pihak berwenang telah menangkap dua orang jaringan yang memiliki hubungan dengan Israel di bandara Beirut. Dua orang itu disebut ditugaskan untuk melakukan “operasi”.
“Kami menginterogasi mereka dan merujuk mereka ke pengadilan militer yang berwenang,” ujar al-Baysari tanpa memberikan perincian mengenai kewarganegaraan orang yang ditahan.
Pada Sabtu (26/8/2023), Kedutaan Besar Rusia di Beirut mengatakan pihaknya “mengetahui” tentang penangkapan warganya di Lebanon. “Kami mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengklarifikasi rincian keadaan tersebut,” katanya seperti dilaporkan kantor berita pemerintah RIA Novosti.
Lebanon secara teknis masih berperang dengan Israel. Lebanon melarang warganya melakukan kontak dengan Israel atau bepergian ke sana. Israel dan Hizbullah berperang selama 33 hari di Lebanon pada tahun 2006.
Menurut seorang pejabat keamanan Lebanon, jumlah orang yang ditangkap karena diduga berkolaborasi dengan Israel telah melonjak secara signifikan sejak perekonomian negara tersebut terpuruk pada akhir tahun 2019.