REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA – Seorang pria di Uganda berusia 20 tahun telah ditangkap dan didakwa melakukan 'homoseksualitas yang diperburuk'. Dia bisa dijatuhi hukuman mati berdasarkan Undang-Undang (UU) Anti-LGBTQ yang disahkan negara tersebut pada akhir Mei lalu.
Menurut lembar dakwaan yang dilihat Reuters, tersangka didakwa pada 18 Agustus dengan tuduhan homoseksualitas yang diperburuk setelah dia melakukan hubungan seksual dengan seorang pria berusia 41 tahun. Tidak disebutkan secara spesifik mengapa tindakan tersebut dianggap diperparah.
“Karena ini merupakan pelanggaran berat yang dapat diadili oleh pengadilan tinggi, dakwaan tersebut dibacakan dan dijelaskan kepadanya di Pengadilan Magistrat pada 18 dan dia dikembalikan ke penjara,” ungkap juru bicara kantor direktur penuntut umum Uganda Jacqueline Okui, dilaporkan Reuters, Selasa (29/8/2023).
Okui tidak memberikan perincian tambahan mengenai kasus tersebut. Dia hanya menyebutkan bahwa sepengetahuannya tidak ada orang lain sebelumnya dituduh melakukan homoseksualitas yang parah. Sementara itu pengacara terdakwa, Justine Balya, mengatakan dia yakin seluruh UU anti-LGBTQ Uganda tidak konstitusional. UU itu memang telah digugat di pengadilan, tapi hakim belum menangani kasusnya.
Balya mengungkapkan, empat orang lainnya telah didakwa berdasarkan UU anti-LGBTQ sejak UU tersebut diberlakukan. Dia menyebut kliennya adalah orang pertama yang diadili karena homoseksualitas yang diperburuk. Balya menolak mengomentari secara spesifik kasusnya.
Uganda belum mengeksekusi siapa pun selama sekitar dua dekade. Namun, hukuman mati belum dihapuskan dari negara tersebut. Pada 2018, Presiden Uganda Yoweri Museveni sempat mengancam akan melanjutkan eksekusi guna menghentikan gelombang kejahatan.
Pada Mei lalu, Museveni mengesahkan UU anti-LGBTQ yang dipandang sebagai salah satu UU anti-LGBTQ terkeras di dunia. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pelaku hubungan sesama jenis dapat dihukum penjara seumur hidup. Hukuman mati dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang dianggap "memburuk", mencakup pelanggaran berulang, hubungan seks sesama jenis yang menularkan penyakit mematikan, atau hubungan sesama jenis dengan anak di bawah umur, orang lanjut usia, atau penyandang disabilitas.
Uganda telah dikecam oleh Barat atas keputusannya mengesahkan UU anti-LGBTQ tersebut. Awal bulan ini Bank Dunia menangguhkan pendanaan publik baru ke Uganda sebagai tanggapan terhadap ratifikasi UU tersebut. Amerika Serikat juga telah memberlakukan pembatasan visa terhadap beberapa pejabat Uganda. Presiden AS Joe Biden memerintahkan peninjauan kembali bantuan AS ke Uganda.