REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak enam orang pelaku pengoplos gas elpiji subsidi 3 kilogram ke gas elpiji 12 kilogram di Kabupaten Garut berhasil diamankan pada Rabu (23/8/2023) lalu. Barang bukti yang berhasil diamankan yaitu sebanyak 200 tabung gas elpiji subsidi 3 kilogram dan non subsidi 12 kilogram.
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan petugas menyelidiki kelangkaan tabung gas elpiji di Kabupaten Garut pada 23 Agustus. Mereka menemukan praktik pengoplosan gas elpiji subsidi tiga kilogram ke gas non subsidi 12 kilogram.
Dia mengatakan, sebanyak enam orang pelaku diamankan saat mengoplos gas subsidi ke non subsidi. Mereka berinisial EL, AS, AR, RR, AP, dan DA.
"Reskrimsus melakukan tangkap tangan saat sedang memindahkan isi tabung elpiji bersubsidi 3 kilogram ke tabung gas non subsidi ukuran 12 kg," ucap dia, Selasa (29/8/2023).
Modus operandi para pelaku, ia mengatakan mereka mencari tabung gas berukuran 3 kilogram dari pangkalan tidak resmi. Kemudian memindahkan ke tabung gas 12 kilogram dengan cara disuntik menggunakan alat khusus.
"Barang bukti yang disita ada sebanyak sekitar 200 tabung gas 3 kg dan 12 kg," kata dia.
Ibrahim mengatakan, satu tabung ukuran 12 kilogram diisi dengan empat tabung gas 3 kilogram. Mereka membeli satu tabung gas 3 kilogram seharga Rp 22.500 dan menjual tabung 12 kilogram dengan harga Rp 140 ribu.
"Keuntungan yang mereka dapat Rp 50 ribu per tabung. Total keuntungan yang mereka dapat selama dua bulan adalah Rp 32 juta," jelas dia.
Para pelaku, ia mengatakan sudah menjalankan aksi pengoplosan tabung gas selama dua bulan. Mereka memasarkan gas dari wilayah Kabupaten Sumedang hingga Garut.
Ibrahim mengatakan, para pelaku dijerat pasal 55 paragraf 5 energi dan sumber daya mineral undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang atas perubahan undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto pasal 55 KUHPidana.
"Para tersangka terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar," kata dia.