REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pengadilan Tinggi Islamabad pada Selasa (29/8/2023) menangguhkan hukuman penjara tiga tahun terhadap mantan perdana menteri Pakistan, Imran Khan atas tuduhan korupsi. Majelis hakim di Pengadilan Tinggi Islamabad (IHC) memerintahkan pembebasan Khan dengan jaminan.
Pada 5 Agustus, Khan divonis bersalah oleh pengadilan karena tidak mengungkapkan hadiah yang dia terima dari pemerintah dan pemimpin asing selama menjabat sebagai perdana menteri antara 2018 dan 2022. Khan menghadapi lebih dari 100 kasus sejak ia kalah dalam mosi kepercayaan di parlemen pada April 2022. Dia dipenjara di Kota Attock yang terletak sekitar 88 kilometer dari Islamabad.
Khan juga dilarang oleh komisi pemilu Pakistan untuk ikut serta dalam pemilu selama lima tahun setelah ia dipenjara. Keputusan IHC diambil beberapa hari setelah Mahkamah Agung Pakistan menyatakan bahwa putusan pengadilan memiliki kecacatan prosedural.
Sebelumnya pada Selasa, partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) yang mendukung Khan mengajukan permohonan ke IHC, dan meminta larangan kepada pihak berwenang untuk menangkap kembali Khan. Ketua PTI diberikan keringanan lagi oleh pengadilan di Provinsi Balochistan yang membatalkan kasus penghasutan terhadapnya.
Namun, kendati ada dua perintah pengadilan, permasalahan hukum Khan diperkirakan akan terus berlanjut. Pekan lalu, pengadilan antiterorisme di Lahore mengizinkan polisi untuk menahan dan menginterogasi Khan sehubungan dengan kekerasan yang terjadi setelah penahanan singkat pemimpin oposisi tersebut pada Mei tahun ini.
Pemerintah menuduh para anggota PTI berada di balik kekerasan tersebut dan melancarkan tindakan keras. Polisi menangkap ribuan pemimpin dan pendukung PTI.
Khan berulang kali menolak tuduhan tersebut. Dia mengatakan, pemerintah berusaha mencegahnya mengikuti pemilihan umum. Pakistan dijadwalkan mengadakan pemilu pada November. Namun hal tersebut tampaknya tidak mungkin terjadi tahun ini karena komisi pemilu sedang sibuk menyusun ulang daerah pemilihan berdasarkan sensus terbaru.