REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dua bayi yang dirawat masing-masing selama setahun oleh Siti Mauliah (37 tahun) dan Ibu D (33) dinyatakan tertukar, berdasarkan hasil tes DNA silang yang dilakukan di Puslabfor Polri, Senin (21/8/2023). Pihak Rumah Sakit (RS) Sentosa Bogor, yang menjadi tempat kelahiran dua bayi itu, berharap penyelesaian kasus tersebut dapat dilakukan dengan jalan kekeluargaan.
Namun, harapan dari manajemen RS Sentosa tak begitu saja diterima oleh pihak keluarga korban bayi tertukar. Kuasa hukum Siti Mauliah, Rusydiansyah Nur Ridho, mengatakan, pihak RS Sentosa mendatangi kediaman kliennya di Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, pada Senin (28/8/2023).
Perwakilan RS Sentosa yang datang disebut beberapa direktur dan perawat yang disebut bertugas saat kejadian bayi diduga tertukar pada Juli 2022. “Intinya mereka minta maaf kepada kami, keluarga. Saya, sebagai umat beragama, ya memaafkan. Tapi, saya bilang, proses hukum tetap berjalan karena memang sudah ada unsur yang merugikan pihak kami,” kata Rusydi kepada Republika, Selasa (29/8/2023).
Karenanya, Rusydi menyebut permintaan dari pihak RS Sentosa agar penyelesaian kasus ini bisa dilakukan secara kekeluargaan dikesampingkan terlebih dahulu. Hal itu disebut mesti dibicarakan juga dengan kuasa hukum Ibu D, korban lainnya.
“Dia (RS Sentosa) minta kita kalau bisa jalan kekeluargaan. Saya bilang, itu bagaimana nanti karena kami harus memusyawarahkan dengan pihak kuasa ibu D,” ujar Rusydi.
Dalam pertemuan pada Senin itu, menurut Rusydi, RS Sentosa menawarkan soal fasilitas kesehatan bagi kedua bayi yang tertukar hingga usia 18 tahun. Ia menyebut tawaran itu belum diterima.
“Tapi, sebagai iktikad baik rumah sakit, sah-sah saja menawarkan. Tapi, kami belum menerima tawaran itu. BPJS juga sudah mengover kita sampai meninggal,” kata Rusydi.
Begitu pula soal tawaran pemberian beasiswa pendidikan. Namun, kata Rusydi, pihaknya mempertimbangkan untuk menuntut kompensasi atas apa yang dialami oleh korban. “(Beasiswa) belum kita ini lah, masih kita pertimbangkan. Karena intinya kita mau meminta kompensasi, kerugian sudah dialami oleh Bu Siti,” kata Rusydi.
Pertanggungjawaban korporasi
Rusydi menilai, ada permasalahan pada prosedur operasi standar (SOP) rumah sakit, sehingga menimbulkan persoalan bayi pasien tertukar. Karena itu, menurut dia, pertanggungjawaban persoalan bayi tertukar ini ada pada RS Sentosa sebagai korporasi.
“Jadi, memang kami itu penginnya pertanggungjawaban hukum itu ada pada korporasi. Bukan kepada suster. Dari SOP-nya itu sudah salah,” kata Rusydi.