REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kampanye LGBT semakin masif. Tak hanya ditampilkan lewat film kartun, kampanye LGBT pun mulai menyusupi ke perguruan tinggi.
Melihat kondisi ini, anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat Siti Muntamah meminta, semua keluarga untuk membentengi keluarganya masing-masing. Tentu saja, membentenginya dengan agama.
"Keluarga di Indonesia, khususnya Jabar, harus membentengi keluarga masing-masing. Pertama, kembalikan pada agama," ujar Siti kepada Republika.co.id, Rabu (30/8/2023).
Siti mengatakan, keluarga Indonesia harus berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa. Yaitu, hidup berdasarkan agama masing-masing.
"Kalau 80 persen warga Indonesia khususnya di Jabar Muslim, tentu dasar-dasar Alquran harus jadi fondasi semua warga Jabar," katanya.
Untuk menangkal LGBT, kata Siti, kuncinya adalah agama. Hal ini sesuai dengan Pancasila sila pertama. Karena, dulu negeri ini pun hadir karena peran tokoh agama dan para pahlawan yang banyak berasal dari ulama. Serta, membuat dasar-dasar negara.
"Negeri ini hadir hasil musyawarah ulama dan nilai-nilai Pancasila. Jadi, harus penguatan kembali nilai-nilai agama ini sangat penting," ujarnya.
Siti mengatakan, pihaknya tentu menyambut baik perda anti-LGBT. Karena, perda itu dibuat tentu sesuai dengan apa yang dirasakan di lapangan, terutama kasus-kasus HIV yang semakin tinggi. Kondisi ini membuat keprihatinan dan mendorong kebijakan bagi pemda untuk membuat perda.
"Apalagi kan kemarin viral, Kampanye ini sudah masuk ke perguran tinggi ITB saja bisa kecolongan," katanya.
Siti menilai, LGBT ini sebenarnya bukan isu baru tapi lama, tapi mereka melihat peluang atas nama HAM.
"Saya seorang ibu juga yang mengkhawatirkan kan simbol-simbol dan ini sudah lama sekali mulai dari tumpeng warna warni, baju, kue, sejak lima tahun lalu digaungkan," katanya.
Bahkan, kata dia, simbol tersebut menjadi dipermaklmukan. Masyarakat tanpa terasa ada dipikiran kaum tersebut. Tentu saja, sebuah masyarakat bertanggung jawab untuk menghidupkan kembali Pancasila, terutama Ketuhanan yang Maha Esa.
"Saya berharap Ketuhanan yang Maha Esa ini jangan dibenturkan dengan HAM. Sila pertama ini harus dipahami betul agar jadi ruh nilai-nilai dasar," katanya.