Rabu 30 Aug 2023 19:59 WIB

Kemenag Susun Standar Kompetensi Kerja Nasional Pembimbing Ibadah Haji

Para pembimbing diharapkan paham betul kondisi jamaah ketika manasik.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah calon haji melakukan manasik haji di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (15/6/2023). Kabupaten Boyolali mendapatkan tambahan kuota calon haji sebanyak 47 orang yang rencana akan diberangkatkan pada kloter 80b dan kloter 95c.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Jamaah calon haji melakukan manasik haji di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (15/6/2023). Kabupaten Boyolali mendapatkan tambahan kuota calon haji sebanyak 47 orang yang rencana akan diberangkatkan pada kloter 80b dan kloter 95c.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) terus berupaya meningkatkan kualitas layanan ibadah haji. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kompetensi pembimbing ibadah.

Bagi tiap pembimbing ibadah haji, Kemenag berencana akan menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dirjen PHU Hilman Latief menyebut, standar kompetensi pembimbing manasik haji ini diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Juga

Dalam Pasal 32 UU No 8/2019 disebutkan bahwa pembimbing manasik haji sebagai pelaksana bimbingan manasik haji dan umroh kepada jamaah, harus memiliki standar kompetensi kerja.

“Standar kompetensi ini akan kita tingkatkan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Sebelumnya kita masih menggunakan Standar Kompetensi Khusus (SKK) yang hanya berlaku secara internal Kementerian Agama,” ucap Hilman Latief dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Rabu (30/8/2023).

Hal tersebut ia sampaikan saat membuka Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Pembimbing Manasik Haji di Jakarta, Selasa (29/8/2023). Giat ini diikuti perwakilan dari Kadin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Lembaga Sertifikasi Profesi, Balitbang Diklat Kemenag, Biro Hukum Setjen Kemenag, serta Tim Ditjen PHU.

Ia menyebut ke depannya SKK ini akan diperbarui menjadi SKKNI, yang nantinya akan ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Kementerian ini merupakan lembaga negara, yang salah satu kewenangannya adalah menetapkan standar kompetensi.

Terkait standar kompetensi pembimbing ibadah haji dan umrah, ada tiga kompetensi yang sangat penting untuk dimiliki dan digunakan sebagai referensi pelaksanaan sertifikasi. Kompetensi yang dimaksud adalah knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap).

Tidak hanya itu, Hilman juga menyampaikan tantangan ke depan semakin kompleks. Salah satunya perihal kuota haji yang sangat banyak.

Tahun ini, Indonesia mendapat kuota sebanyak 221 ribu. Angka tersebut belum termasuk jamaah non-kuota yang juga banyak, yang mana mereka berangkat ke Arab Saudi dengan menggunakan visa ziarah.

Tantangan lainnya, adalah konfigurasi jamaah haji Indonesia yang unik. Dari sisi usia, jumlah calon jamaah lanjut usia (lansia) juga semakin tinggi. Di sisi lain, jenjang pendidikan jamaah juga sangat beragam, bahkan yang hanya sampai SD pun sangat banyak.

“Pembimbing tidak cukup dengan paham dalil-dalil saja atau tahapan ritual haji saja. Pembimbing harus paham juga kondisi di lapangan dan mampu memberikan pengarahan kepada jamaah kita,” ucap Hilman.

Para pembimbing diharapkan paham betul kondisi jamaah ketika manasik. Mereka juga harus paham akan kondisi kesehatan jamaah.

"Sehingga, pembimbing dapat memberikan arahan dan solusi ibadah terbaik buat jamaahnya,” lanjut dia.

Hilman menambahkan dalam pelaksanaan Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji, Ditjen PHU menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang telah memenuhi kualifikasi. Kerja sama ini menurut dia harus dilakukan, agar proses sertifikasi menghasilkan pembimbing manasik haji yang dapat membimbing tiap jamaah haji dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement