REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar mata uang Lukman Leong mengatakan rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat setelah data produk domestik bruto (PDB) AS kuartal II 2023 direvisi lebih rendah dari perkiraan awal 2,4 persen menjadi 2,1 persen pada estimasi kedua.
"Dolar AS juga tertekan data tenaga kerja ADP (automatic data processing) yang lebih lemah dari perkiraan, yaitu 177 ribu (dengan) ekspektasi 195 ribu," ujar dia di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi menguat 0,09 persen atau 13 poin menjadi Rp 15.227 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.240 per dolar AS.
Menurut Lukman, data ekonomi AS yang lemah akan meredakan kekhawatiran apabila The Fed akan kembali menaikkan suku bunga.
Penguatan rupiah berlanjut setelah pada Rabu (30/8/2023), rilis data Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) lebih lemah dari perkiraan. Data tenaga kerja JOLTS tercatat sebesar 8,82 juta, lebih lemah dari perkiraan sebesar 9,46 juta.
"(Adapun) ekonomi di China masih suram. Barusan dirilis data PMI (Purchasing Managers' Index) manufaktur dan jasa China, hasilnya kurang lebih sesuai dengan perkiraan," ucap Lukman.
Dolar AS melemah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena data baru yaitu PDB AS dan ADP menunjukkan perekonomian AS mungkin tidak sepanas perkiraan sebelumnya.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,36 persen menjadi 103,1621 pada akhir perdagangan.