REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (NFA) siap siaga bila produksi beras nasional pada tahun ini mengalami penurunan akibat iklim kemarau ekstrem El Nino. Penurunan produksi diproyeksi mencapai lima persen bahkan bisa mencapai tujuh persen.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, di Jakarta, Rabu (30/8/2023), mengatakan pemerintah tengah berupaya mengantisipasi dampak El Nino terhadap ketahanan pangan dengan menggelontorkan stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang ada di Perum Bulog dan Holding BUMN Pangan ID Food.
“Kita antisipasi penurunan produksi lima persen akibat El Nino melalui penyaluran CPP. Semoga penurunan produksi tidak lebih dari 5 persen, namun NFA bersiap untuk antisipasi apabila penurunan produksi sampai 7 persen,” ujar Arief.
Oleh karena itu, ia mengatakan, pihaknya telah menyiapkan stok sejak tahun lalu. Sehingga apabila ada kejadian seperti El Nino, stok Bulog bisa dilepas sebagai langkah pemerintah dalam intervensi di pasar.
Lebih lanjut, ia memaparkan, kondisi hari ini menunjukkan menggeliatnya harga Gabah Kering Panen (GKP) yang telah menyentuh kisaran harga Rp 6.700 per kg-Rp 7.000 per kg. Sementara, harga beras sangat bergantung pada harga GKP tersebut.
Arief menuturkan faktor-faktor lain yang membentuk harga beras juga mengalami penyesuaian, misalnya terhadap biaya pupuk, ongkos transportasi sampai biaya orang kerja. “Harga beras memang sulit menyamai seperti tahun lalu. Kunci utamanya memang di produksi dan menjelang akhir tahun trennya akan mengalami penurunan,” ujarnya.
Selain itu, ia mengungkapkan perlunya revitalisasi terhadap industri penggilingan padi agar tak kalah saing dan dapat meningkatkan kualitas giling menjadi beras premium. Arief menyampaikan, antisipasi lain yang dilakukan dalam mengatasi dampak El Nino adalah melalui upaya diversifikasi pangan karena Indonesia memiliki keragaman sumber daya pangan.
Ia mencatat, berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH), Indonesia masih mengalami kelebihan konsumsi padi-padian, minyak lemak, dan gula. Sementara secara nasional, masyarakat kekurangan konsumsi umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur mayur, dan buah-buahan.
“Karena itu, perlu diversifikasi pangan bagi masyarakat, misalnya dengan mengganti konsumsi ke kentang, ubi kayu, jagung, dan bahan pokok lainnya,” ujarnya.