Kamis 31 Aug 2023 17:17 WIB

Tegaskan Tolak Komunisme, PBNU: NU tak Perlu Minta Maaf Peristiwa Lalu

Masyarakat diminta fokus pada Pancasila sebagai pemersatu bangsa.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Anggota Front Marhaenis Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa terkait polemik Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di Titik Nol, Yogyakarta, Senin (29/6).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anggota Front Marhaenis Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa terkait polemik Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di Titik Nol, Yogyakarta, Senin (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) menegaskan PBNU akan tetap menolak komunisme di Indonesia. Menurut dia, NU juga tidak perlu meminta meminta maaf terkait peristiwa yang terjadi pada masa lalu.

“Kita tetap menolak komunisme di Indonesia, dan NU tak perlu minta maaf, atau rekonsiliasi sejarah PKI  atas kesalahan masa lalu,” ujar Gus Fahrur saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/8/2023).

Baca Juga

Hal ini disampaikan Gus Fahrur merespons adanya sekelompok orang yang mengupayakan untuk membangkitkan komunisme di Indonesia. Mereka meminta negara mengungkapkan kebenaran, meminta maaf, serta menulis ulang sejarah tentang peristiwa G-30 S/PKI.

Gus Fahrur menuturkan, peristiwa G30S PKI tidak bisa dilihat hanya pada 1965, apalagi hanya dipotret bulan September atau Oktober ketika PKI dipukul hancur. Tetapi, kata dia, perlu melihat dan memaparkan petualangan PKI selama beberapa dekade sebelumnya.

“Kalau perlu, merunut mulai tahun 1926, 1945, 1948, dan 1960 yang telah melakukan berbagai teror dan pembantaian terhadap lawan politik mereka,” ucap Gus Fahrur.

Menurut dia, masyarakat Indonesia juga harus melihat peristiwa masa lalu dengan cara pandang masa itu juga, bukan hanya masa kini. “Di mana (pada masa itu) terjadi berbagai manuver yang dilakukan PKI dalam teror, sabotase, bahkan penculikan itu, telah membuat situasi sosial dan politik nasional panas dan mencekam, penuh kekhawatiran,” kata dia.

Karena itu, dia pun mengajak kepada semua pihak untuk menutup sejarah yang kelam itu, serta menatap masa depan yang lebih baik. "Mari bersama menutup sejarah kelam masa lalu, menatap masa depan dan membangun bangsa Indonesia yang damai sejahtera dalam bingkai NKRI,” jelas Gus Fahrur.

Selain itu, Pengasuh Pondok Pesantren Annur 1 Bululawang Malang ini juga mengajak kepada semua pihak untuk fokus mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Menurut dia, masyarakat tidak perlu menghidupkan lagi isu-isu PKI.

“Sekarang, kita fokus pada Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Tak perlu lagi menghidupkan isu-isu PKI lagi agar hidup kita semakin tenang di negeri yang alam demokrasinya sudah baik ini,” ujar Gus Fahrur.

Sebelumnya, sekelompok orang yang mengatasnamakan sejarawan, pegiat seni, pendidik, akademisi, budayawan dan aktivis mengeluarkan deklarasi menuntut negara menulis ulang sejarah. Deklarasi tersebut merupakan reaksi terhadap rekomendasi PPHAM ( Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu).

Dalam artikelnya, Wakil Kepala BIN 2000-2011 KH Asad Said Ali menyatakan pada intinya mereka meminta negara mengungkapkan kebenaran dan meminta maaf serta melakukan penulisan ulang sejarah tentang peristiwa G-30 S/ PKI.

“Dengan kata lain mereka mengingkari PKI yang melakukan pemberontakan dan sebaliknya menimpakan kesalahan kepada pihak lain,” kata Kiai Asad Ali.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement