Kamis 31 Aug 2023 20:10 WIB

Pengusungan Anies-Muhaimin, Demokrat: Kami Dipaksa Menerima Kesepakatan Itu

Partai Demokrat sudah mengonfirmasi informasi tersebut kepada Anies.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Yusuf Assidiq
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepakatan antara Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai capres-cawapres disebut dilakukan secara sepihak oleh Ketum Nasdem, Surya Paloh.

"Persetujuan ini dilakukan secara sepihak atas inisiatif Ketum Nasdem, Surya Paloh," tegas Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya lewat keterangannya, Kamis (31/8/2023).

Adapun penekenan kerja sama itu, dilakukan pada Rabu (30/8/2023). "Kami mendapatkan informasi dari Sudirman Said, mewakili capres Anies Baswedan bahwa Anies telah menyetujui kerja sama politik Partai Nasdem dan PKB. Untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar," ujarnya.

Partai Demokrat sudah mengonfirmasi informasi tersebut kepada Anies dan dibenarkan oleh mantan gubernur DKI Jakarta itu. Partai berlambang bintang mercy itu juga dipaksa untuk menerima kesepakatan itu.

Untuk menyikapi hal tersebut, Partai Demokrat akan menggelar rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, keputusan terkait pemilihan presiden (Pilpres) 2024 berada di tangan lembaga tersebut.

Lanjutnya, pada tengah proses finalisasi kerja sama partai politik, tiba-tiba terjadi perubahan fundamental dan mengejutkan. Pada 29 Agustus 2023 malam, secara sepihak Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Muhaimin sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Anies tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Malam itu juga, capres Anies dipanggil oleh Surya Paloh untuk menerima keputusan itu. Sehari kemudian, 30 Agustus 2023, capres Anies dalam urusan yang sangat penting ini, tidak menyampaikan secara langsung kepada pimpinan tertinggi PKS dan Partai Demokrat, melainkan terlebih dahulu mengutus Sudirman Said untuk menyampaikannya," ujar Riefky.

"Rentetan peristiwa yang terjadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat perubahan, pengkhianatan terhadap Piagam Koalisi yang telah disepakati oleh ketiga parpol. Juga pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh capres Anies Baswedan, yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement