REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap memasuki awal September, isu kebangkitan partai komunis Indonesia (PKI) akan kembali menyeruak. Beberapa pihak percaya kendatipun partai terlarang itu telah dibubarkan, namun peluang kemunculannya selalu ada dan menghantui rakyat Indonesia. Tetapi tidak sedikit juga golongan yang tetap percaya bahwa PKI dan sejarah hitamnya sudah dikubur dalam-dalam.
Menanggapi isu adanya upaya bangkitkan komunisme, Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah, KH Masyhuril Khamis menegaskan bahwa PKI secara lembaga telah dibubarkan oleh Presiden Soeharto.
Kendati demikian kata dia, kewaspadaan tetap harus penuh demi menjaga NKRI dan kemungkinan bangkitnya komunisme.
"PKI secara lembaga sudah dibubarkan sama dengan Organisasi terlarang lainnya namun demikian setiap kita harus tetap mewaspadai akan adanya upaya untuk kebangkitan kembali paham komunisme," kata Masyhuril kepada Republika.co.id, Jumat (31/8/2023).
Masyhuril berujar, bagi setiap pribadi yang mengaku ber-Pancasila, maka paham komunisme, atheisme harus dilawan. Karena cara PKI untuk meluapkan kebenciannya kepada Islam dan ulama, adalah dengan membuat berbagai propaganda dan membuat penistaan agama.
"Jangan pernah memberikan ruang untuk itu, karena catatan kekejaman PKI, telah mencederai, membunuh ulama, tokoh dan ribuan manusia," ujar Masyhuril.
Menurut Masyhuril, ulama dan Tokoh Al Washliyah sejak dahulu bersama kekuatan lainnya terutama kekuatan TNI telah ikut bersama berjuang dan membentengi umat dari gerakan PKI.
"Al Washliyah tetap waspada dan terus mencermati segala propaganda yang 'mungkin akan' terjadi, dan itu adalah bagian kecintaan Al Washliyah pada NKRI," ujar Masyhuril.
Sebelumnya, mantan Wakil BIN yang juga mantan Wakil Ketua Umum PBNU mengingatkan upaya membangkitkan kembali paham komunisme.
Baca juga: 2 Buah Surga yang Ada di Dunia dan Diabadikan Alquran, Atasi Asam Urat Hingga Kanker
Dia menyebut Sekelompok orang yang mengatasnamakan “sejarawan, pegiat seni, pendidik, akademisi, budayawan dan aktivis”, mengeluarkan deklarasi “menuntut negara menulis ulang sejarah”. Deklarasi tersebut merupakan reaksi terhadap rekomendasi PPHAM ( Tim Penyelesaian Non- Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu).
Pada intinya mereka meminta negara mengungkapkan kebenaran dan meminta maaf serta melakukan “penulisan ulang sejarah tentang peristiwa G-30 S/ PKI”. Dengan kata lain mereka mengingkari bahwa PKI yang melakukan pemberontakan dan sebaliknya menimpalkan kesalahan kepada pihak lain.
“Deklarasi tersebut kami anggap sebagai kelanjutan dari kegiatan seperti yang dilakukan Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65 ), Bedjo Untung,” kata dia.
Dia mengatakan, sebagai pihak yang pernah mengalami kekejaman dan kebrutalan PKI dan antek-anteknya pada 1962-1965, kami sebagai eksponen NU telah mengantisipasi bahwa suatu saat eks PKI dan simpatisannya akan mencari celah untuk mempersoalkan kasus 1965 kembali.