REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Pemerintah Finlandia menyetujui kebijakan untuk memerangi rasisme. Setelah pemerintah koalisi sayap kanan dilanda serangkaian skandal rasisme selama berbulan-bulan.
Perdana Menteri Petteri Orpo mengatakan pemerintahannya setuju untuk mengatasi rasisme dan diskriminasi. Partai Koalisi Nasional (NCP) konservatif Orpo memenangkan pemilu bulan April lalu.
“Setiap menteri di pemerintahan akan meninggalkan rasisme dan berkomitmen untuk bekerja dengan aktif melawan rasisme di Finlandia dan internasional,” katanya dalam konferensi pers bersama dengan tiga pemimpin partai lainnya seperti dikutip dari Aljazirah, Kamis (31/8/2023).
Setelah memenangkan pemilu pada bulan Juni lalu pemerintah dilanda skandal rasisme. Usai para menteri dari Partai Finlandia yang merupakan bagian dari koalisi empat partai memua artikel yang dianggap rasis dan fanatik.
Menteri Ekonomi Vilhelm Junnila terpaksa mengundurkan diri karena berulang kali menyebut pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler dan Nazi di media sosial dan iklan kampanye, yang menurutnya hanya lelucon.
Pada bulan Juli lalu Menteri Keuangan dan pemimpin Partai Finlandia Riikka Purra meminta maaf atas komentar yang dia akui diunggah secara anonim sekitar 15 tahun yang lalu. Namun dia berargumen bahwa komentar tersebut diambil di luar konteks.
Dalam unggahan blog lamanya, Purra menulis, “Jika saya diberi senjata, pasti ada mayat.” Ia melontarkan pernyataan tersebut setelah seorang anak berlatar belakang migran menirukan penembakan dengan jari.
“Saya ingin menekankan bahwa saya dan partai Finlandia serta semua orang akan mendukung pernyataan [Orpo] ini secara keseluruhan,” kata Purra usai Perdana Menteri menyampaikan kebijakan anti-rasisme.
Beberapa pejabat Finlandia meminta maaf atas komentar yang dibuat sejak pemerintahan koalisi berkuasa.
Menteri Luar Negeri Finlandia Elina Valtonen harus meminta maaf kepada Turki atas postingan blognya pada tahun 2008 yang menyebut seorang pria sebagai “monyet Turki” dengan nama samaran.
Valtonen mengatakan komentar tersebut “tidak mewakili nilai-nilai kami dan tidak akan pernah mewakili nilai-nilai kami”.
Serangkaian skandal dari pemerintahan baru terpilih memicu ketegangan dengan Partai Rakyat Swedia (SPP) yang berhaluan tengah. SPP juga merupakan anggota koalisi berkuasa.
Namun pemimpin SPP Anna-Maja Henriksson mengatakan partainya mendukung kebijakan baru tersebut, sehingga kecil kemungkinan cukup dukungan untuk mosi tidak percaya pada pemerintah.
“Kalau SPP, yang jadi pertanyaan apakah kami bisa berpartisipasi di pemerintahan atau tidak ke depan. Pengumuman tersebut merupakan indikasi jelas bahwa pemerintah tidak menerima rasisme dalam bentuk apa pun,” kata Henriksson.