REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Indonesia tidak dimungkiri memiliki banyak warisan peninggalan bersejarah dari berbagai kerajaan. Namun, beberapa di antaranya kini tidak lagi tersimpan dan berada di Indonesia.
Prasasti Sangguran misalnya, warisan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ini sudah lama tidak berada di tempat asalnya di Dusun Ngadat (dulu desa), Desa Mojorejo, Kota Batu (dulu Kabupaten Malang). Prasasti ini dibawa oleh Sir Thomas Stamford Raffles yang saat itu menguasai sejumlah daerah di Indonesia termasuk Jawa.
Kini benda bersejarah tersebut masih tersimpan rapi di wilayah Skotlandia, Inggris Raya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) tengah mengupayakan untuk memulangkan Prasasti Sangguran ke Indonesia. Hal ini ditegaskan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Inggris Raya, beberapa waktu lalu.
Gubernur dalam laporan resminya menyatakan, repatriasi Prasasti Sangguran ini telah dilakukan sejak lama namun sampai sekarang belum terwujud. Untuk itu, secara khusus dia menugaskan Pj Wali Kota Batu untuk mengomunikasikan ulang. "Karena hingga saat ini, Prasasti Sangguran masih berada di pekarangan keluarga Lord Minto di Roxburghshire, Skotlandia," kata Khofifah.
Arkeolog dari Universitas Negeri Malang (UM), Dwi Cahyono mengatakan, hal yang dilakukan Pemprov Jatim sebenarnya ikhtiar lama. Dwi masih teringat betul bagaimana dia dan rekannya di IKIP Malang (sekarang UM) juga melakukan hal serupa pada pertengahan 1990an.
Tepatnya ketika Konsulat Jenderal Skotlandia datang ke IKIP Malang untuk membicarakan kemungkinan repatriasi prasasti tetapi ini tertunda karena terhalang peristiwa reformasi. Ikhtiar berikutnya yang dia ingat adalah beberapa tahun yang lalu tetapi kembali gagal.
Padahal upaya tersebut saat itu melibatkan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud (sekarang Kemendikbud -Ristek). Ikhtiar ini gagal karena keluarga Lord Minto meminta uang kerugian yang cukup besar padahal Indonesia tidak perlu melakukan itu mengingat prasasti Sangguran 'dirampok' dari tempat asalnya.
Meskipun demikian, Dwi berharap ikhtiar Pemprov Jatim dapat berhasil. Namun dia menyarankan penyelesaian masalah ini dapat melibatkan pemerintah tingkat negara. "Jadi tidak hanya keluarga Minto tetapi pemerintah Skotlandia. Antar-negara, tidak bisa antar-kota dengan keluarga Minto," jelas dia.
Penting dikembalikan ke Indonesia
Prasasti Sangguran sendiri dianggap penting bagi Indonesia karena berkaitan dengan sejarah Kota Batu, bahkan Jawa dan Nusantara lama. Prasasti ini termasuk berusia tua dan kondisinya relatif bagus karena masih utuh, tidak pecah dan terbaca dengan baik.
Berdasarkan catatan sejarah, prasasti ini pertama kali hadir sekitar 928 Masehi (M). Lebih tepatnya pada masa Kerajaan Mataram Kuno era Raja Wawa. Sosok ini merupakan raja terakhir dari Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah (Jateng) sebelum akhirnya pindah ke Jatim.
Pusat Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jatim pada sekitar 929 M. "Jadi relokasinya dilakukan di era pemerintahan Raja Wawa dan yang memerintahkan mengeluarkan prasasti adalah Raja Wawa dan menantunya Mpu Sindok," jelasnya.
Raja Wawa hanya memerintah Kerajaan Mataram selama dua tahun, yakni mulai 927 hingga 929 M. Setelah itu, posisi tersebut digantikan oleh menantunya, Mpu Sindok. Itu artinya pemegang kekuasaan Mataram saat di Jatim sudah berbeda.
Hal yang pasti, kata dia, Prasasti Sangguran merupakan peninggalan monumental karena menandai masa transisi lokasi Kerajaan Mataram Kuno dari Jateng ke Jatim. Namun dia menilai relokasi ini bukan sekadar ingin pindah semata tetapi juga disertai perebutan kekuasaan.
Ada semacam kudeta politik yang dilakukan Raja Wawa bersama Mpu Sindok. Sebelum Raja Wawa, Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Raja Tulodong. Raja Tulodong tersebut sebenarnya telah menyiapkan anaknya untuk menjadi pengganti.
Namun jabatan tersebut diambil oleh Raja Wawa dan Mpu Sindok yang saat itu merupakan pejabat tinggi di masa Raja Tulodong. Saat proses perebutan kekuasaan terjadi, Desa Sangguran nyatanya memiliki kontribusi besar bagi Raja Wawa dan Mpu Sindok.
Pasalnya, desa tersebut dikenal sebagai sentra persenjataan berbahan logam. Karena telah berkontribusi dalam persenjataan, Raja Wawa dan Mpu Sindok pun memberikan anugerah kepada pimpinan Desa Sangguran melalui prasasti tersebut.
Prasasti Sangguran pada dasarnya berisi anugerah Raja Wawa dan Mpu Sindok kepada pimpinan pengrajin logam di Desa Sangguran. Pasalnya, pimpinan tersebut dianggap telah berjasa bagi Raja Wawa dan Mpu Sindok karena telah memasok senjata untuk melakukan kudeta politik.
Selain itu, prasasti ini juga berisi perubahan status Sangguran sebagai desa biasa menjadi perdikan. Itu artinya desa tersebut memiliki hak istimewa sehingga hasil area persawahan dapat dipakai untuk kepentingan pembiayaan bangunan suci desa yang saat itu disebut dengan mananjung.
Bangunan ini yang kemudian sekarang dikenal sebagai Candi Pendem. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan Prasasti Sangguran sangat penting bagi kesejarahan Kota Batu.
Bahkan, prasasti ini dapat menjadi pertanda awal dari sejarah Kota Batu. "Mengapa? Kesejarahan di suatu tempat biasanya diindikasikan dengan temuan data tertulis. Sumber inilah yang dianggap tertua di Batu," ungkapnya.
Prasasti Sangguran telah memperlihatkan adanya keistimewaan yang dimiliki sebuah desa kuno yang dianggap mandiri di wilayah Kota Batu. Selain itu, prasasti juga telah menyajikan informasi penting adanya sentra kerajinan yang terbilang teknologi tinggi karena berbahan logam.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa masyarakat Kota Batu melalui Desa Ngandat (sekarang dusun) telah memiliki kemampuan menciptakan senjata militer yang cukup tinggi.
"Dan ini ada kemungkinan leluhur Mpu Gandring yang dalam kitab Pararaton merupakan keturunan dari pengrajin senjata logam di Sangguran. Lalu Mpu Supo, legenda Songgoriti, kalau ini benar dalam sejarah bisa jadi keturunan dari pengrajin di Sangguran," ujarnya.