REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, keuangan syariah tidak hanya diminati oleh umat Islam, tetapi non-muslim juga melirik potensinya. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu potensi dana-dana yang dikumpulkan oleh industri keuangan syariah tidak hanya berasal dari Muslim.
Berdasarkan data Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2022, ekonomi syariah Indonesia berada di urutan ketiga dengan skor 61. Namun, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia di puncak dengan nilai 113 dan Arab Saudi di nomor dua dengan skor 74.
Pengamat Ekonomi Syariah dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisiono mengatakan, salah satu penyebab Indonesia belum bisa mengejar ketertinggalan dari dua negara tersebut lantaran industri perbankan syariah di Indonesia masih sangat minim antarpemainnya. "Selayaknya harus ada persaingan yang sepadan agar industri perbankan syariah nasional lebih sehat," ujar Yusuf kepada Republika beberapa waktu lalu.
Menilik industri perbankan syariah di Malaysia, negeri jiran tersebut mulai mengembangkan bank syariah pada tahun 1983 dengan pionernya, yaitu Bank Islam Malaysia Berhad. Setelah berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad, sistem perbankan syariah di Malaysia telah berkembang sangat dengan baik. Beberapa tahun kemudian, Bank Muamalat Malaysia Berhard berdiri pada tahun 1999.
Mengutip Jurnal Tauhidinomic Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam rangka meningkatkan jumlah pemain dalam sistem perbankan syariah, Bank Negara Malaysia (BNM) sebagai bank sentral menggunakan skema perbankan tanpa bunga. Dalam kebijakan yang biasa disebut sebagai “Islamic Window” ini, semua bank komersil diberikan peluang untuk menawarkan produk dan layanan perbankan syariah di samping layanan konvensional mereka.
Di bawah kebijakan ini, Malaysia menjadi negara pertama yang menerapkan dual banking system dimana bank syariah dan konvensional hidup berdampingan dalam suatu sistem keuangan nasional. Namun pada prakteknya, skema ini mengharuskan lembaga keuangan untuk memisahkan dana dan aktivitas yang berhubungan dengan transaksi perbankan syariah dipisahkan dengan bisnis perbankan konvensional, tidak boleh terjadi percampuran dana dari kedua jenis transaksi tersebut.
Pada tahun 2004, pemerintah Malaysia menerapkan kebijakan liberalisasi keuangan dimana lembaga keuangan asing diberikan izin untuk mendirikan bank asing syariah di Malaysia. Keberadaan bank asing syariah tersebut diatur melalui Islamic Banking. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menciptakan kondisi persaingan dan untuk meningkatkan kinerja industri perbankan syariah secara keseluruhan. Adapun hasil dari kebijakan liberalisasi sistem ini adalah masuknya lembaga keuangan dari negara Timur Tengah dalam pasar perbankan Malaysia, yaitu Al Rajhi Banking &Investment Corporation, Asian Finance Bank dan Kuwait Finance House.
Terkini berdasarkan informasi statistik dari BNM, Malaysia sekarang memiliki lima bank syariah internasional dan lebih dari 17 bank syariah domestik yang beroperasi di sana. Pemerintah Malaysia dinilai sangat mendukung pembentukan bank syariah, sehingga 90 persen uang yang digunakan oleh bank syariah di Malaysia berasal dari pemerintah.
Tak hanya itu, pemerintah Malaysia juga konsisten dalam mendorong perkembangan industri perbankan syariah dengan cara mengundang lembaga keuangan asing untuk mendirikan bisnis perbankan syariah di Malaysia. Proses liberalisasi sektor keuangan syariah ini berkontribusi signifikan dalam meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di Malaysia.
Hasilnya, saat ini bank syariah di Malaysia sudah menjadi pemimpin di dunia selama bertahun-tahun dalam hal pengembangan produk dan layanan syariah bagi nasabah perbankan ritel. Di sektor yang semakin maju, pemberi pinjaman di negara ini juga diwajibkan untuk terus berinovasi untuk mempertahankan keunggulan kompetitif, bekerja sama dan bersaing dengan semakin banyak fintech syariah.
Seperti CIMB Islamic Bank Berhad yang telah menjadi pemain dominan dalam hal rekening investasi syariah di Malaysia, dengan menguasai 42 persen pangsa pasar rekening investasi berjangka konsumen di negara tersebut. Dalam bidang keberlanjutan, CIMB Islamic juga terus meraih kesuksesan melalui Rekening Tabungan EcoSave, yang diluncurkan lebih dari satu dekade lalu.
Bank syariah lain yang menjadi pemain utama di Malaysia adalah Maybank Islamic yang telah menjadi salah satu pemberi pinjaman syariah yang paling sukses dan inovatif selama beberapa tahun, di berbagai sektor mulai dari perbankan investasi hingga produk perbankan ritel. Bank ini juga menyabet penghargaan produk hipotek islami paling inovatif pada tahun 2023 sebagai pengakuan atas skema pembiayaan rumah Home2U, produk digital pertama dari jenisnya yang ditawarkan dalam aplikasi perbankan terintegrasi. Sejak diluncurkan pada 2018, solusi ini telah membantu lebih dari 5.700 warga Malaysia memiliki rumah melalui 175 proyek properti dari 58 mitra pengembang, dengan perkiraan nilai perjanjian jual beli sebesar 3,5 miliar Ringgit Malaysia.
Sebenarnya, Indonesia juga sudah memiliki unit usaha syariah yang menawarkan solusi seperti itu yakni Unit Usaha Syariah Bank Tabungan Negara (BTN Syariah). Bahkan, rekam jejak dalam pembiayaan sektor perumahan dari BTN Syariah berbuah manis dengan sukses meraih penghargaan internasional The Best Islamic Project Finance House 2023. Penghargaan itu, digaet pada ajang Euromoney Awards or Excellence 2023 di Dubai.
"Kami terus memacu kinerja, dan pelayanan BTN Syariah sehingga dapat lebih banyak memberikan manfaat bagi seluruh kelompok masyarakat Indonesia khususnya membantu memiliki rumah melalui skema syariah, termasuk para milenial,” tutur Direktur Consumer Bank BTN Hirwandi Gafar usai menerima penghargaan di Dubai, Rabu (21/6/2023).
Dengan berbagai strategi dalam pembiayaan perumahan, BTN Syariah juga sukses menguasai pasar Indonesia. Per Desember 2022, BTN Syariah menguasai 81 persen pangsa pasar pembiayaan perumahan subsidi dibanding bank syariah lain di Indonesia. BTN Syariah juga terus menggelar berbagai inisiatif untuk meningkatkan pembiayaan perumahan subsidi mulai kerja sama berbasis komunitas hingga berkolaborasi dengan stakeholder.
Hingga kini, BTN Syariah memang masih berstatus unit usaha dan akan segera spin off menjadi entitas sendiri. Jika aksi tersebut terlaksana, bukan tak mungkin industri perbankan syariah Indonesia akan menuju persaingan sehat dan mengikuti kesuksesan negara tetangga.