REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Reyna Usman pada Senin (4/9/2023). Dia diperiksa terkait dugaan rasuah pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
"Yang bersangkutan (Reyna Usman) diperiksa sebagai saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Ali belum menjelaskan lebih rinci mengenai pemeriksaan Wakil Ketua DPW PKB Bali ini. Namun, diketahui rumah Reyna yang berada di Gorontalo sudah pernah digeledah oleh tim penyidik KPK terkait kasus ini. Akan tetapi, hingga kini KPK belum mengumumkan hasil penggeledahan tersebut.
KPK pun telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri dari dua Aparatur Sipil Negara (ASN) dan satu pihak swasta.
Meski demikian, KPK belum membeberkan secara resmi identitas para tersangka tersebut. Hal ini akan disampaikan saat upaya penahanan dilakukan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu tersangka itu adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker, I Nyoman Darmanta. Kemudian, Reyna Usman yang saat kasus ini terjadi menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta pihak swasta bernama Karunia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, perangkat lunak atau software terkait sistem itu sebenarnya sudah tersedia, tapi tidak berfungsi. Hal ini diketahui berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Dari audit BPK, sistem itu enggak berjalan," kata Alex kepada wartawan, Kamis (24/8/2023).
Padahal, Alex menjelaskan, dalam pengadaan sistem itu, ada beberapa item yang diminta Kemnaker dengan nilai mencapai Rp 20 miliar. Namun, dari proyek ini, hanya komputer yang dapat digunakan.
"Jadi pengadaan software, pengadaan komputer. Jadi yang bisa dipakai cuma komputernya saja itu buat ngetik dan lain sebagainya. Tapi sistemnya sendiri enggak berjalan," ungkap Alex.