Senin 04 Sep 2023 14:28 WIB

Rokok tak Hanya Buruk Bagi Paru-Paru, Tapi Juga Berisiko Timbulkan Gangguan Mental

Penelitian menunjukkan hubungan kuat antara merokok dan penyakit mental.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Kawasan dilarang merokok. Berdasarkan penelitian terbaru, merokok dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Kawasan dilarang merokok. Berdasarkan penelitian terbaru, merokok dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbicara soal bahaya rokok, dampak yang paling banyak orang ketahu adalah memicu kanker paru-paru. Namun, sebuah studi baru menemukan konsekuensi merokok terhadap peningkatan risiko gangguan kesehatan mental.

Dikutip dari laman Study Finds, Senin (4/9/2023), semakin banyak bukti menunjukkan hubungan kuat antara merokok dan penyakit mental. Sebelum ini para peneliti masih memperdebatkan keterkaitan spesifik antara keduanya.

Baca Juga

Kini, para peneliti dari Universitas Aarhus di Denmark menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko depresi serta gangguan bipolar. Para peneliti menggunakan basis data Biobank yang berisi informasi genetik lebih dari setengah juta orang.

"Meski bukan satu-satunya penyebab, merokok meningkatkan risiko seseorang dirawat di rumah sakit karena penyakit mental sebesar 250 persen,” kata profesor di Pusat Genetika Kuantitatif dan Genomik di Universitas Aarhus, Doug Speed, yang merupakan salah satu peneliti.

Speed ​​menjelaskan, kesehatan mental amat kompleks. Sangat mungkin ada lebih dari satu alasan di balik berkembangnya suatu gangguan kesehatan mental. Oleh karena itu, penting untuk menghimpun data sebanyak mungkin dan mengesampingkan hal-hal lain yang dapat memengaruhi kondisi itu.

Dari analisis data, Speed dan timnya ​​menambahkan bahwa gen dapat menentukan apakah seseorang akan menjadi seorang perokok atau tidak. Saat meneliti basis data yang ada, tim menemukan sejumlah varian genetik yang berulang. 

Jika orang tua tidak merokok, risiko anak menjadi perokok lebih rendah. Namun, jika orang tua kandung adalah perokok, risiko anak menjadi perokok lebih tinggi karena faktor genetik yang diturunkan. Kebiasaan orang tua angkat pun turut berpengaruh.

"Ada sejumlah varian genetik yang bisa kita sebut sebagai 'gen terkait rokok'. Orang-orang dalam kumpulan data yang membawa gen terkait merokok tetapi tidak merokok, memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami gangguan mental dibandingkan dengan mereka yang membawa gen tersebut dan merokok," kata Speed.

Studi juga menunjukkan, kemungkinan besar peningkatan risiko gangguan mental terkait dengan gen yang berhubungan dengan merokok. Secara statistik, Speed ​​dan tim menemukan korelasi dalam dua hal itu. Namun, tim masih ingin mengeksplorasi mekanisme biologis yang menyebabkan merokok menyebabkan gangguan jiwa.

Salah satu teorinya adalah nikotin menghambat penyerapan neurotransmitter serotonin di otak, dan sudah diketahui bahwa orang dengan depresi tidak menghasilkan cukup serotonin. Merokok kronis dapat menimbulkan efek terhambatnya produksi serotonin dan membuat seseorang cemas dan tidak stabil secara mental.

Penjelasan lainnya, bisa jadi merokok menyebabkan peradangan pada otak, yang dalam jangka panjang dapat merusak bagian otak dan memicu berbagai gangguan mental.  "Namun seperti yang saya katakan: Kami belum mengetahui mekanismenya secara pasti," ucap Speed. Temuan penelitian itu sudah dipublikasikan di jurnal Acta Psychiatrica Scandinavica.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement