REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama pemerintah daerah provinsi Sulawesi Selatan menggelar Festival Budayaw IV di Benteng Rotterdam, Makassar. Pesan perdamaian diungkapkan lewat pertunjukkan teatrikal 'Bongaya: Rampai dalam Damai'.
"Festival Budayaw IV ini perayaan atas keragaman budaya yang menyatu oleh jaringan bahari dan Jalur Rempah yang telah membentuk peradaban di Asia Tenggara maupun dunia," kata Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti, Senin (4/9/2023).
Dia menjelaskan, Festival Budayaw merupakan perayaan seni budaya untuk memperkuat hubungan masyarakat di sub-kawasan East ASEAN Growth Area, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP-EAGA). Itu dilakukan dengan menampilkan karya-karya ekspresi budaya yang sangat beragam.
"Baik kekayaan ekspresi budaya yang telah terwariskan maupun karya-karya yang dikembangkan berdasar akar tradisi masing-masing,” ujar Irini.
Tema yang diusung pada kegiatan dua tahunan itu adalah 'Keberagaman Budaya dalam Kehidupan Berkelanjutan'. Tema tersebut, kata Irini, dirangkai dalam sub-tema yang lebih spesifik, yaitu 'Spice Route and Maritime Memory'. “Malam ini kita berkolaborasi dengan seniman dan komunitas untuk menggarap suatu pertunjukan teatrikal,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Delegasi Indonesia BIMP-EAGA yang juga merupakan Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Prio Pambudi, mendorong semua pihak untuk kerja sama di berbagai bidang yang ada di ASEAN.
"BIMP-EAGA adalah bagian dari kawasan di ASEAN. Indonesia sudah memegang Keketuaan Asean di 2023 sehingga kita harus mengusahakan kerja sama dan kolaborasi dari semua bidang yang ada di ASEAN,” ujar dia.
Mewakili pemerintah daerah, Asisten Pemerintah dan Kesra Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Rasyid, merasa sangat bangga atas terselenggaranya Festival Budayaw IV di Kota Makassar. “Saya berharap, kegiatan ini dapat menjadi momentum yang baik bagi pembangunan budaya dan kehidupan yang berkelanjutan pada negara-negara anggota BIMP-EAGA,” tutur Rasyid.
Bongaya: Rampai dalam Damai
Pada pembukaan Festival Budayaw IV, Kemendikbduristek menampilkan seni teatrikal 'Bongaya: Rampai dalam Damai' yang digarap oleh seniman Asia Ramli Prapanca dari Makassar dengan pemain tidak kurang dari 60 orang.
Kurator Festival Budayaw IV, Adi Wicaksono, mengatakan, pertunjukan seni itu terinspirasi dari peristiwa sejarah yang sangat penting, yaitu Perjanjian Bongaya. Dia menerangkan, petikan kisah dilatarbelakangi sejarah interaksi antarbangsa yang terjadi di Makassar sebagai entrepot dalam Jalur Rempah dan bahari pada abad ke-16 dan 17 Masehi.
Dalam era tersebut, kata Adi, terjadi pergumulan dan bahkan konflik kepentingan, di antaranya oleh Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berupaya memonopoli perdagangan rempah. “Hal itu memicu perang yang kemudian berakhir dengan penandatanganan “Perjanjian Bongaya” pada 18 November 1667,” jelas Adi.
Namun, Adi menambahkan, yang ditonjolkan pada seni teatrikal ini bukanlah konflik atau perang antara Kerajaan Gowa melawan Belanda, melainkan proses perdamaian untuk menyelesaikan konflik tersebut karena jika perang dilanjutkan, akan semakin banyak korban dari kalangan rakyat yang akan berjatuhan.
“Jadi, perbedaan dan pertentangan harus diselesaikan secara damai. Hal itu merupakan solusi yang mempersatukan, meskipun masing-masing membawa kepentingan yang berbeda. Inilah hal yang semakin langka dan akan kita angkat di festival ini. Festival Budayaw ini mengetengahkan nilai-nilai kebersamaan yang harus semakin kuat,” ujar dia.