Senin 04 Sep 2023 17:22 WIB

Bawaslu Minta Ketua dan Komisioner KPU Diberhentikan Sementara 

Bawaslu minta ketua dan komisioner KPU diberhentikan sementara selama diperiksa DKPP.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Bawaslu minta ketua dan komisioner KPU diberhentikan sementara selama diperiksa DKPP.
Foto: Republika/Febryan A
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Bawaslu minta ketua dan komisioner KPU diberhentikan sementara selama diperiksa DKPP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada semua komisioner KPU RI. Permintaan tersebut merupakan petitum Bawaslu RI atas perkara dugaan pelanggaran kode etik tujuh komisioner KPU RI lantaran membatasi akses pihaknya terhadap dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024. 

"Para Pengadu memohon kepada DKPP berdasarkan kewenangannya untuk memutuskan, memberikan sanksi pemberhentian sementara (kepada Teradu 1 hingga Teradu 7)," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja membacakan keterangan pihaknya dalam persidangan perdana di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (4/9/2023). 

Baca Juga

Teradu 1 dalam perkara ini adalah Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Teradu 2 hingga 7 adalah anggota KPU RI Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. 

Adapun pembuat aduan atau pengadu adalah Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja serta empat komisioner Bawaslu RI lainnya, yakni Totok Hariyono, Herywn J.M. Malonda, Puadi, dan Lolly Suhenty. 

Perkara ini berkaitan dengan pendaftaran bakal caleg DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dilakukan KPU di setiap tingkatan mulai 1 Mei 2023. Sejak saat itu, KPU tak memberikan akses kepada Bawaslu untuk melihat data dan dokumen persyaratan bakal caleg yang diunggah partai politik di Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU RI. 

Bawaslu juga mengaku juga dibatasi ketika melakukan pengawasan melekat terhadap petugas KPU yang tengah melakukan verifikasi administrasi terhadap dokumen persyaratan bakal caleg. Petugas Bawaslu disebut hanya boleh mengawasi secara langsung selama 15 menit. 

Bawaslu RI sudah empat kali mengirimkan surat protes kepada KPU RI yang isinya meminta akses Silon. KPU RI hanya memberikan akses silon terbatas berupa nama bakal caleg, nomor urut, daerah pemilihan (dapil), partai politiknya. Padahal, objek pengawasan adalah dokumen persyaratan seperti ijazah, surat keterangan dari pengadilan, dan lainnya. 

Komisioner Bawaslu RI Totok Hariyono dalam persidangan mengatakan, pembatasan akses oleh KPU RI itu menghalangi tugas lembaganya mengawasi semua tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Totok juga mendalilkan bahwa KPU RI melanggar UU Pemilu karena menerima pendaftaran bakal caleg di luar jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan KPU. 

Menurut Totok, tujuh komisioner KPU RI melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017. Beberapa di antaranya adalah Pasal 6 ayat 3 huruf a terkait pelaksanaan prinsip berkepastian hukum, Pasal 11 huruf c terkait keharusan menaati prosedur yang ditetapkan dalam undang-undang, dan Pasal 19 huruf e ihwal keharusan lembaga penyelenggara pemilu menghormati lembaga penyelenggara pemilu lainnya. 

Mejelis sidang DKPP belum membuat putusan atas perkara ini. Mengingat perkara ini baru pada persidangan perdana, kemungkinan akan ada beberapa sidang lagi hingga keputusan dibuat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement