REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Perjalanan Ibrahim, bukan nama sebenarnya, selama satu bulan ke Amerika sungguh berbahaya. Dia melarikan diri dari Conakry, Guinea, meninggalkan orang-orang yang dicintainya dan melintasi hampir sepuluh negara untuk menuju Amerika.
Selama rentang waktu itu, ia pernah dimasukkan ke dalam penjara dua kali selama perjalanannya. Dia juga pernah dirampok dan kehilangan semua uangnya. Perjalanan sejauh ratusan mil melalui jalan darat ia tempuh, untuk bergabung dengan ribuan migran yang melarikan diri dari negara asal mereka dan memasuki AS demi kehidupan yang lebih baik.
“Tidak mudah pergi ke suatu tempat yang tidak Anda kenal. Orang-orang belum siap mengakomodasi Anda. Saya menghubungi seorang teman dan mengatakan saya akan tinggal di hotel selama beberapa hari. Tapi, saya sendirian dan itu tidak mudah,” ujar dia dikutip di Middle East Eye, Senin (4/9/2023).
Seorang teman kemudian bercerita tentang Muslim Community Center (MCC) di seberang pantai negara itu, yang mana banyak orang-orang sepertinya tinggal di sana. Jadi, dia pun memutuskan untuk melakukan perjalanan terakhirnya dari California ke New York dengan bus.
Ibrahim pun tinggal di sana sejak bulan Maret 2023 kemarin. Di MCC, ia merasa semua orang melihatnya sebagai manusia dan diperlakukan selayaknya.
Bagi dirinya yang kini sendirian, ini adalah pertama kalinya dalam perjalanan berbahaya selama sebulan menemukan kedamaian dan diperlakukan secara manusiawi. Bersama migran dan pencari suaka lainnya, ia tidur di tempat tidur yang dikelilingi oleh 19 tempat tidur lainnya.
MCC selalu lebih dari sekedar ruang untuk beribadah. Lembaga ini juga menawarkan tempat tinggal bagi perempuan ketika mereka melarikan diri dari rumah yang penuh kekerasan..
Direktur eksekutif MCC, Soniya Ali, mengatakan setahun yang lalu dia mendapat telepon dari seorang wanita bernama Adama Bah. Dari telepon tersebut, ia mendapatkan satu pertanyaan, "Apakah Anda punya kamar?"
Dari sambungan itu, ia mendapat informasi tentang krisis migran di New York. Ia juga baru mengetahui tentang sebuah masjid di Bronx bernama Masjid Ansaru-Deen, yang menampung para migran sejak tahun 2020, tetapi sudah memenuhi kapasitasnya. Atas hal itu, ia pun menjawab pertanyaan semula dengan, "Ya".
MCC merupakan markas Muslim Giving Back, sebuah organisasi nirlaba yang menyumbangkan makanan kepada mereka yang membutuhkan setiap akhir pekan. Mereka juga membantu mendirikan Layanan Komunitas Janazah, sebuah rumah duka yang menawarkan layanan gratis, berbasis di New York City.
Awalnya, para pendatang dan pencari suaka tidur di area salat utama. Akhirnya, mereka pindah ke lantai atas di mana terdapat tempat tidur, beberapa sofa, dan dapur kecil.
“Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk mencintai saudara kita sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Jika seseorang dikirimkan kepada Anda, ada alasannya mengapa mereka dikirimkan kepada Anda,” kata Ali.
Di MCC, migran berusia 19 hingga 50 tahun datang dari mana saja, termasuk Senegal, Guinea, Venezuela, Mauritania, Turki dan Suriah. Meskipun banyak dari mereka beragama Islam, tetapi MCC tidak pernah menolak kehadiran non-Muslim.
Sejak tahun lalu, ada sekitar 75 hingga 100 migran yang menghuni MCC. Baik untuk sehari atau beberapa bulan, mereka akan kembali berangkat ke tempat baru jika sudah siap.
Para migran ini juga ditawari kelas bahasa Inggris dan diberikan bantuan dalam mengajukan kartu identitas NYC, hingga mendapatkan asuransi kesehatan. Mereka juga diberikan MetroCard untuk angkutan umum, serta makanan dan tempat tinggal.
“Komunitas kami berada dalam posisi di mana ada orang-orang yang membutuhkan bantuan kami. Saya pikir kami diberkati. Dan saya harap kita bisa melihatnya dan memahami, bahwa kita adalah wadah untuk membantu saudara-saudari kita," lanjut dia.
Ali mengatakan pekerjaan ini telah mengajarkannya rasa belas kasih. Kondisi saat ini menunjukkan kepadanya, bahwa tidak semua orang peduli terhadap orang lain. Jika kepedulian dan belas kasih ini masih ada, mereka (pencari suaka) itu tidak akan melalui krisis ini.
Sumber:
https://www.middleeasteye.net/news/new-york-mosque-becomes-sanctuary-for-neglected-migrants