Senin 04 Sep 2023 18:04 WIB

Pengamat: Ketersediaan Beras Saat Ini Cukup Mengkhawatirkan

Indonesia akan mulai mengalami musim paceklik pada Oktober.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Fuji Pratiwi
Petani memanen padi di Bandung, Pandeglang, Banten, Rabu (9/8/2023) (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Petani memanen padi di Bandung, Pandeglang, Banten, Rabu (9/8/2023) (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketersediaan beras saat ini dinilai cukup mengkhawatirkan. Karena menuju akhir tahun dan awal tahun depan harga beras berpotensi terus naik.

Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan rencana pemerintah mengimpor satu juta ton beras dari India itu sebagai bentuk antisipatif. Pemerintah, ucap dia, ingin berjaga-jaga apabila terjadi penurunan produktivitas dalam negeri akibat El Nino

Baca Juga

"Makanya, skemanya pakai kontrak beli. Kontrak itu akan didatangkan jika Indonesia benar-benar butuh. Jika tidak, ya kontrak belinya tidak direalisasikan," ujar Khudori saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (4/9/2023).

Khudori menyampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperkirakan penurunan produksi beras hingga 1,2 juta ton akibat El Nino. Ada juga yang memperkirakan produksi turun hingga lima persen atau setara 1,5 juta ton beras. 

Mengikuti siklus produksi padi, ucap Khudori, saat ini hingga akhir September nanti adalah musim panen gadu lantaran produksi lebih rendah dari panen rendeng atau panen raya, harga gabah/beras akan lebih tinggi. Khudori menyampaikan Indonesia akan mulai mengalami musim paceklik pada Oktober.

Biasanya, dia sampaikan, Oktober adalah waktu awal tanam dan akan dipanen akhir Januari atau awal Februari di musim panen raya. Namun, adanya El Nino membuat hujan datang terlambat alias mundur.  Kalau mundur sebulan, musim tanam akan mundur sebulan. Jika mundur dua bulan, musim tanam mundur dua bulan.

"Artinya musim paceklik akan lebih lama. Sementara 14 Februari 2024 ada Pilpres, lanjut Ramadan di Maret yang disusul Idul Fitri, juga Natal dan Tahun Baru 2024. Ini semua butuh konsumsi lebih," kata dia menjelaskan. 

Khudori menyampaikan saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog sebesar 1,6 juta ton. Khudori menilai peluang mengharapkan pengadaan dari dalam negeri sangat kecil. Sebab, saat ini harga gabah dan beras medium sudah di atas HET. 

Menurut Khudori, Bulog sulit mendapat gabah/beras. Sementara di sisi lain, Bulog mesti menyalurkan bansos beras selama tiga bulan dsri September sampai dengan November 2023 sekitar 640 ribu ton. Selain itu, Khudori mengatakan Bulog masih perlu mengamankan harga beras lewat Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bisa mencapai 150 ribu ton-200 ribu ton hingga akhir tahun. 

"Jadi, stok akhir tahun kemungkinan tinggal 750-800 ribu ton. Ini bisa cukup, bisa tidak. Cukup jika Bulog di awal 2024 tidak diminta menyalurkan bansos beras lagi. Jika ini langkah pemerintah, harga beras mungkin akan tinggi," kata dia. 

Khudori mengatakan pemerintah juga perlu mengantisipasi pasokan beras jelang Pilpres dan Ramadhan. Sebagai gantinya, dia katakan, SPHP mungkin akan besar volumenya dengan konsekuensi stok CBP akan terkuras. 

Dengan jumlah stok CBP yang semakin kecil, Khudori menilai pemegang stok beras, terutama swasta, pemerintah tidak memiliki stok beras untuk intervensi pasar.  "Ini mesti diwaspadai. Agar tidak bertaruh, sisa kuota impor 0,4 juta ton yang diberikan ke Bulog sebaiknya dieksekusi. Meski untuk mendapatkannya tidak mudah," kata Khudori.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement