BOYANESIA -- Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi memberikan nasihat kepada para penderita sakit yang tidak bersyukur dan hanya mengeluh. Menurut dia, sesungguhnya keluhan itu boleh kalau berasal dari adanya hak, sementara hakmu sama sekali tidak hilang dengan sia-sia sehingga engkau berhak mengeluh.
“Padahal di pundakmu masih banyak hak yang belum kau syukuri. Engkau belum menunaikan hak Allah di atas pundakmu. Lebih dari itu, engkau mengeluhkan sesuatu dengan batil seolah-olah benar. Engkau memang akan mengeluh kalau melihat orang-orang yang lebih sehat darimu. Tetapi lihatlah orang-orang yang lebih sakit darimu. Dengan begitu engkau akan banyak bersyukur,” jelas Nursi dikutip dari buku Al Lama’at terbitan Risalah Nur Press halaman 413-414.
Apabila tanganmu terluka, kata Nursi, lihatlah tangan-tangan yang terputus. Apabila engkau kehilangan satu mata, lihatlah orang-orang yang kehilangan dua matanya sehingga engkau bisa bersyukur kepada Allah Ta'ala.
“Ya, dalam hal kenikmatan tak seorangpun dibenarkan melihat yang di atasnya agar keluhan tidak bergejolak pada dirinya. Namun dalam hal musibah, seseorang harus melihat orang yang lebih hebat musibahnya dan lebih parah penyakitnya agar ia bisa bersyukur dan rela dengannya,” kata Nursi.
Rahasia ini telah dijelaskan dalam beberapa risalah berikut contohnya yang tepat semacam berikut:
Ada seseorang yang membawa orang miskin untuk naik ke puncak menara. Pada setiap tingkat menara, orang tadi memberinya sebuah hadiah. Terakhir ia memberikan hadiah yang sangat berharga yang diberikan di puncak menara.
Seharusnya si miskin tadi bersyukur dan berterima kasih atas pemberian hadiah tadi, tetapi ia justru meremehkan hadiah-hadiah tersebut, atau ia menganggapnya sebagai sesuatu yang tak berharga sehingga ia tidak bersyukur. Ia malah melihat orang yang lebih tinggi darinya sembari mengeluh dan berkata,
“Andaikan menara ini lebih tinggi, aku bisa mencapai tempat yang lebih tinggi dari ini! Mengapa ia tidak seperti gunung yang menjulang itu atau menara di sebelahnya?”
“Seperti itulah kondisinya, ketika orang tersebut mengeluh, betapa ia yang sangat kufur nikmat, dan betapa ia sangat melampaui batas!,” ucap Nursi.
Demikian pula keadaan manusia yang berasal dari tiada menjadi ada, tidak menjadi batu, pohon, dan hewan, bahkan justru menjadi manusia muslim dan telah banyak menikmati keadaan sehat dan afiat, serta telah mendapatkan derajat yang tinggi.
Namun ironisnya, manusia masih sering memperlihatkan keluhan lantaran tidak menikmati kesehatan dan kesegaran karena beberapa faktor, atau karena telah menyia-nyiakan nikmat tersebut yang disebabkan oleh kesalahan ikhtiyar, atau salah penggunaan, atau karena tidak mampu mendapatkannya, kemudian ia melontarkan sebuah ungkapan yang seolah-olah mengkritik Rububiyah Ilahi, “Aduh! Apa yang telah kuperbuat sehingga aku mengalami semua ini?”
Maka ketahuilah bahwa kondisi tersebut adalah penyakit maknawi dan musibah besar, lebih besar dari penyakit fisik dan lebih besar dari musibah yang dialaminya. Dengan sikap tersebut (mengeluh), ia justru menambah derita sakitnya laksana orang yang berkelahi dengan tangan yang terluka. Namun orang yang berakal akan selalu mengamalkan ayat suci yang berbunyi :
ٱلَّذِینَ إِذَاۤ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِیبَةࣱ قَالُوۤا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّاۤ إِلَیۡهِ رَ ٰ جِعُونَ
“Yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan: sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.” (QS al-Baqarah [2]: 156).
Akhirnya ia menyerahkan semua urusannya kepada Allah Ta'ala dengan penuh kesabaran sampai penyakit tersebut selesai melaksanakan tugasnya.