REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah mengingatkan pentingnya upaya - upaya pencegahan berbagai potensi kerawanan Pemilu, melalui koordinasi dan partisipasi antar pemangku kepentingan.
Selain itu, siapa pun tidak boleh terlena dengan indeks kerawanan pemilu (IKP) Jawa Tengah, dalam rangka menciptakan kontestasi dan demokrasi yang bermartabat pada pelaksanaan Pemilu 2024 nanti.
Kepala Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Muhammad Amin mengungkapkan, berdasarkan IKP yang dirilis Bawaslu RI, Jawa Tengah —secara umum— masuk dalam klasifikasi rawan sedang, pada Pemilu 2024.
"Kendati begitu, siapa pun harus memahami jika situasi ini harus terus dipelihara agar pemilu tetap dapat berjalan dengan kondusif di Jawa Tengah," katanya, pada Rakor Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD), Senin (4/9).
Secara umum, masih ungkap Amin, konstruksi penilaian IKP tersebut terdiri atas empat dimensi, yang meliputi konteks sosial-politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi serta konteks partisipasi.
Di mana, untuk konteks sosial politik, indeksnya sebesar 27,14 persen, penyelenggaraan pemilu mencapai angja 54,48 persen, kontestasi 31,24 persen dan konteks partisipasi sebesar 0,14 persen.
Angka indeks tersebut —menurut dia— masih bisa berubah dan itu akan dipengaruhi bagaimana seluruh stakeholder di Jawa Tengah berpartisipasi dalam menjaga situasi yang sudah baik ini.
"Namun melalui upaya- upaya pencegahan, koordinasi dan juga partisipasi dari berbagai pihak maupun pemerintah daerah, IKP di Jawa Tengah akan dapat dijaga dan dipelihara dengan baik," lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen juga mengingatkan sejumlah isu strategis yang biasanya akan muncul saat pemilu dan menurutnya harus terus diwaspadai bersama.
Isu- isu strategis yang menjadi potensi permasalahan yang dimaksud, antara lain soal keberpihakan ASN atau aparat lain dalam mendukung dan memfasilitasi peserta pemilu atau calon pada pilpres.
Ada juga politik transaksional caleg, pasangan calon, tim kampanye, dan tim sukses, penggunaan medsos untuk black campaign, dan penyebaran isu hoax, politik identitas, dan ujaran kebencian.
Maka isu - isu yang berpotensi menimbulkan kerawanan di masyarakat tersebut, harus dicegah dan untuk itu dibutuh kerjasama yang baik dari berbagai pihak dalam melakukan berbagai upaya pencegahan.
"Baik dari jajaran penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, partai politik (parpol) maupun organisasi masyarakat," ujar Taj Yasin di hadapan peserta Rakor Forum FKPD Jawa Tengah.
Dari pihak penyelenggara, menurut Taj Yasin, misalnya melalui upaya pencegahan yang dilakukan dengan meningkatkan pelayanan, mulai dari proses pencalonan, akurasi data, hibgga upaya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.
Dari parpol hendaknya juga meningkatkan akses dan keterlibatan masyarakat dalam proses pencalonan dan melakukan pendidikan politik yang intensif sepanjang tahapan pemilu/ pilkada, berlangsung.
Pemerintah daerah, lanjut Taj Yasin, punya kewajiban untuk memastikan kelancaran pelaksanaan pilkada, selain mengintensifkan forum- forum komunikasi, dalam pencegahan potensi kerawanan.
Demikian pula Polri/ TNI, BIN, BINDA dan unsur intelijen harus lebih menguatkan koordinasi untuk mencegah potensi konflik horizontal dan vertikal berdasarkan pemetaan IKP 2024.
Selanjutnya organisasi kemasyarakatan dan jaringan relawan juga sangat berperan dalam mendukung upaya pencegahan kerawanan Pemilu yang bisa terjadi.
"Kelompok organisasi kemasyarakatan dan jaringan relawan perlu memperluas jaringan pemantauan pemilu dan pilkada, untuk meningkatkan kesadaran politik yang demokratis," ujar Taj Yasin.