REPUBLIKA.CO.ID, Jepang mulai menaikkan belanja militer besar-besaran. Langkah yang menandai perubahan kebijakan pertahanannya paling signifikan sejak Perang Dunia II. Namun, rencana ini tidak mudah diimplementasikan, selain penolakan dari dalam negeri tantangan internasional juga semakin meningkat seiring memanasnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina mengenai Taiwan.
Anggaran militer Pasukan Bela Diri Jepang untuk tahun 2023 mencapai 6,8 triliun yen atau 52 miliar dolar AS. Kenaikan belanja militer terbesar dari tahun ke tahun sejak setidaknya 1952. Pada Rabu (31/8/2023) pekan lalu kantor berita Reuters melaporkan permintaan belanja yang diajukan Kementerian Pertahanan Jepang untuk tahun fiskal 2024 tembus rekor dengan angka senilai 7,7 triliun yen atau 52,67 miliar dolar AS.
Terdapat beberapa faktor di balik keputusan Jepang menaikan anggaran militernya. Salah satunya adalah ancaman yang semakin besar dari Cina. Beijing memodernisasi militernya dengan agresif dan memperluas kehadirannya di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan. Hal ini membuat Tokyo khawatir Beijing sedang berusaha untuk menantang status quo di kawasan tersebut.
Faktor lain adalah program nuklir dan rudal Korea Utara (Korut). Pyongyang terus mengembangkan kemampuan nuklir dan rudal mereka, meskipun diterpa sanksi internasional. Pada Sabtu (2/9/2023) lalu militer Korea Selatan (Korsel) kembali melaporkan Korut meluncurkan beberapa rudal jelajah ke laut.
Korut semakin intensif menguji senjatanya sebagai tanggapan atas latihan militer Amerika Serikat-Korea Selatan musim panas tahun ini. Dalam pernyataannya Kepala Staf Gabungan Korsel mengatakan militernya mendeteksi peluncuran tersebut pada Sabtu pagi di lepas pantai barat Korea Utara. Pernyataan itu mengatakan otoritas intelijen Korsel dan AS sedang menganalisis detail peluncuran tersebut.
Kepala Staf mengatakan Korsel meningkatkan postur pengawasannya dan mempertahankan kesiapan militer melalui koordinasi yang erat dengan AS. Peluncuran tersebut dilakukan dua hari setelah latihan gabungan militer AS dan Korsel. Korut menganggap latihan 11 hari itu sebagai latihan invasi sementara pejabat Washington dan Seoul menegaskan latihan gabungan mereka bersifat defensif.
Pengembangan dan ujicoba nuklir dan rudal Korut menimbulkan kekhawatiran di Jepang negara itu dapat menjadi ancaman langsung Tokyo. Kebangkitan Cina dan Korea Utara mendorong Jepang mempertimbangkan kembali kebijakan keamanan pascaperangnya yang mengandalkan AS.
Karena itu Jepang mulai mengambil peran yang lebih aktif dalam pertahanannya sendiri, dan telah meningkatkan pengeluaran militernya. Pemerintah Jepang juga mengumumkan rencana menggandakan pengeluaran pertahanannya menjadi 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2027. Rencana ini akan menjadikan Jepang sebagai negara ketiga dengan pengeluaran militer terbesar di dunia, setelah AS dan Cina.
Perluasan anggaran militer Jepang disambut dengan reaksi yang beragam...