REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Keuangan syariah akan memainkan peran penting dalam mencapai transisi yang adil, atau perubahan bertahap dari ekonomi tinggi karbon ke ekonomi hijau rendah karbon. Hal tersebut disampaikan oleh mantan Walikota London Alderman Vincent Keaveny, yang menjabat sebagai Wali kota antara tahun 2021 dan 2022.
Menurutnya, dalam transisi iklim tersebut, Inggris akan menjadi pemain utama melalui keuangan syariah.
“Seiring dengan peningkatan upaya dunia untuk mengatasi perubahan iklim, sukuk ramah lingkungan dan berkelanjutan akan menjadi semakin penting dalam keuangan syariah. Keuangan syariah akan menjadi bagian penting dalam memenuhi tantangan transisi yang adil,” kata Keaveny di IFN UK Forum di London dikutip Selasa (5/9/2023).
“Inggris adalah satu-satunya negara yang memimpin dalam peringkat keuangan konvensional dan ramah lingkungan, dan pada tahun 2021," tambahnya.
Bahkan, Kementerian Keuangan Inggris juga bekerja sama dengan kelompok lain untuk membentuk kelompok kerja tingkat tinggi mengenai sukuk hijau. Kelompok kerja ini dibentuk pada konferensi iklim PBB COP26 di Skotlandia oleh Kementerian Keuangan Inggris, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, the Islamic Development Bank , London Stock Exchange Group, dan Global Ethical Finance Initiative.
Inisiatif kelompok kerja tersebut adalah meneliti dan mempromosikan penerbitan sukuk hijau, atau investasi sesuai syariah dalam energi terbarukan dan aset lingkungan lainnya. Selama ini, sambung Keaveny, Inggris juga menyaksikan kebangkitan perusahaan fintech yang sesuai syariah.
"Indeks FinTech Islam Global untuk tahun 2022 menempatkan Inggris dalam lima ekosistem teratas untuk fintech syariah,” kata Keaveny.
Ia menambahkan, keuangan syariah juga sangat bermanfaat bagi perekonomian Inggris. Selama ini, Indonesia dan negara-negara Gulf Corporation Council (GCC) disebut merupakan pemain utama di pasar keuangan syariah.
Namun Inggris juga dipandang sebagai pusat industri ini di Barat karena tingginya kehadiran bank syariah dan lebih dari 70 obligasi sukuk yang terdaftar di Bursa Efek London. Inggris pun menjadi negara Barat pertama yang menerbitkan obligasi sukuk negara pada tahun 2014.
Saat ini, aset yang dikelola Islamic Fund yang berbasis di Inggris berjumlah 280,6 juta dolar AS pada kuartal pertama tahun 2023 atau 2,9 persen lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya, yang berjumlah 272,7 juta dolar AS.