REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Level harga minyak naik tipis pada Senin (4/9/2023) di tengah ekspektasi OPEC+ yang akan membatasi pasokan dan spekulasi Federal Reserve AS akan menghentikan kampanye kenaikan suku bunga agresifnya.
Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar dunia telah mempelopori upaya untuk mendukung kenaikan harga melalui pengurangan produksi secara sukarela dalam jumlah besar. Itu sebagai bagian dari kesepakatan produksi oleh kelompok produsen OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia.
Saudi juga diperkirakan akan memperpanjang pemotongan sukarela sebesar satu juta barel per hari selama empat bulan berturut-turut hingga Oktober.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan, Moskow telah sepakat dengan mitra OPEC+ mengenai parameter pengurangan ekspor lanjutan pada bulan Oktober.
Arab Saudi dan Rusia bisa menarik pemotongan tersebut kapan saja, menurut analis OANDA Craig Erlam seperti dikutip dari Reuters, Selasa (5/9/2023).
"Tapi saya tidak bisa membayangkan mereka akan terburu-buru karena berisiko membuat harga jatuh lagi,” kata Erlam.
Minyak mentah berjangka Brent untuk bulan November naik 45 sen menjadi menetap di 89 dolar AS per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berjangka pada bulan Oktober naik 40 sen menjadi 85,95 dolar AS per barel.
Pasokan minyak mentah global diperkirakan akan meningkat dalam enam hingga delapan minggu ke depan karena pemeliharaan kilang, meskipun minyak mentah masam akan tetap terbatas, kata Russell Hardy, kepala eksekutif pedagang minyak independen terbesar di dunia, Vitol.
Sementara itu, data ketenagakerjaan AS pada Agustus 2023 memperkuat ekspektasi terhadap Federal Reserve yang akan menghentikan kenaikan suku bunganya pada bulan ini.
Adapun di China, aktivitas manufaktur meningkat secara tak terduga pada bulan Agustus. Serangkaian langkah ekonomi untuk mendukung pemulihan negara tersebut pascapandemi telah memicu optimisme permintaan akan meningkat di negara importir minyak terbesar di dunia tersebut.
"Janji dukungan bagi sektor jasa dan pelonggaran pembatasan perdagangan lintas batas oleh pemimpin Tiongkok Xi Jinping mendapat simpati dari pasar yang memiliki lebih sedikit pendorong karena tidak adanya peserta dari AS,” kata John Evans dari broker minyak PVM.