Selasa 05 Sep 2023 15:04 WIB

Pengamat: Pernyataan Menag Justru Picu Perpecahan

Pengamat menilai pernyataan Menag soal capres jangan gunakan agama memicu perpecahan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pengamat menilai pernyataan Menag soal capres jangan gunakan agama memicu perpecahan.
Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pengamat menilai pernyataan Menag soal capres jangan gunakan agama memicu perpecahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas diingatkan agark berhati-hati dalam memberikan pernyataannya berkaitan politik menuju Pemilihan Presiden 2024. Hal ini karena pernyataannya yang mengimbau masyarakat tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat dan menggunakan agama sebagai alat politik.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan, jangan sampai pernyataan dari Menag justru malah memicu perpecahan di antara masyarakat.

Baca Juga

"Gus Yaqut semestinya tidak membuat pernyataan-pernyataan kontradiktif atau anomali yang bisa memicu pertentangan di masyarakat. Tidak perlu mengeluarkan pernyataan yang justru akan mendapatkan respon yang negatif dari publik," ujar Ujang dalam keterangannya, Selasa (5/9/2023).

Ujang mengatakan, meski sah-sah saja dalam menyampaikan pendapatnya, tetapi Gus Yaqut saat ini adalah pejabat publik. Karena itu, alih-alih mengeluarkan pernyataan yang memicu kontroversi, sebaiknya fokus bekerja menjalankan visi misi Presiden.

Sebab, pernyataan tersebut justru berpotensi memicu munculnya politik identitas yang saat ini sudah jauh menurun dibandingkan Pilpres 2019 lalu.

"Para pejabat termasuk para menteri tidak perlu membuat pernyataan tidak perlu. Karena masyarakat sudah paham sudah tahu bahwa politik identitas harus ditinggalkan, politik SARA juga harus dihilangkan, adu domba juga harus dienyahkan, itu publik masyarakat sudah tahu itu," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengingatkan untuk menghormati pilihan politik setiap orang. Hal ini penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara perbedaan politik.

"Kita harus hilangkan ego, lalu juga memahami perbedaan, dan kita harus hormati beda pilihan siapapun di antara anak bangsa. Dan untuk tidak membangun politik yang berdasarkan identitas, SARA, fitnah dan narasi negatif lainnya," ujarnya.

Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat dan menggunakan agama sebagai alat politik. Yaqut menyampaikan hal tersebut di Garut, Jawa Barat, dalam rangka menghadiri Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat.

"Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih," kata Menag Yaqut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (3/9/2023).

Yaqut juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil Islami, tok," kata Menag.

Karena itu pemimpin yang ideal, menurutnya, harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan. "Kita lihat calon pemimpin kita ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement