REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ombudsman RI meminta para kepala daerah dan Inspektorat Daerah untuk memperketat pengawasan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Hal itu lantaran adanya berbagai temuan masalah dalam pelaksanaan PPDB Tahun 2023.
Permasalahan itu mulai dari pemalsuan dokumen kependudukan hingga pungutan liar (pungli). Ketua Ombudsman RI Mohammad Najih mengatakan, pihaknya telah menyampaikan hasil temuan PPDB sekaligus saran perbaikan dalam pelaksanaan PPDB melalui proses konfirmasi, khususnya kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI dan Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Hasil temuan itu berdasarkan proses pengawasan PPDB yang dilakukan di 28 provinsi dan/atau 58 kabupaten/kota dengan perincian 158 sekolah dan 126 madrasah.
“Berbagai permasalahan terus berulang yang kerap kali terjadi selama proses PPDB tentu perlu disikapi dan dicari akar permasalahannya untuk memperoleh penanganan dan penyelesaian yang lebih tepat,” kata Najih dalam acara bertajuk "Penyerahan Laporan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan PPDB Tahun 2023" di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan yang digelar juga secara daring, Selasa (5/9/2023).
Berbagai permasalahan yang menjadi temuan Ombudsman, di antaranya praktik manipulasi bahkan pemalsuan dokumen kependudukan untuk pemenuhan jalur zonasi. Selain itu, ada praktik titip siswa untuk masuk ke sekolah tertentu, dan praktik pungutan liar (pungli) pada proses pendaftaran ulang dengan modus uang seragam atau sumbangan pembangunan ataupun infak.
Dengan banyaknya permasalahan yang ada dan dianggap berulang tiap tahunnya, pihaknya meminta sejumlah stakeholder untuk terlibat dalam upaya perbaikan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Terutama bagi Kepala Daerah agar lebih tegas dalam menyikapi berbagai permasalahan yang ada dalam PPDB.
Lebih detail, anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, menjelaskan, saran perbaikan itu berupa jangka pendek maupun berupa usulan perbaikan dalam jangka panjang. Di antara saran perbaikan jangka pendek, yaitu perbaikan regulasi PPDB, terutama pada mekanisme pelibatan dan koordinasi antar-pemangku kepentingan dan optimalisasi pelaksanaan setiap jalur seleksi.
“Saran jangka pendek lainnya adalah penguatan peran Kepala Daerah dan Inspektorat Daerah, karena apapun juga yang di lapangan adalah Kepala Daerah dan Inspektorat Daerah. Karena harus diingat bahwa PPDB adalah program tahunan reguler, bukan program hanya sekali. Ini memang terus bagaimanapun Kepala Daerah punya kewajiban mengawasai PPDB,” ujar dia.
Indraza menekankan perlunya pengawasan dalam hal pengelolaan pengaduan atas adanya kecurangan dalam PPDB. Menurut dia, perlu adanya sosialisasi dan edukasi khususnya kepada masyarakat agar transparan dan akuntabel.
“Seharusnya ini PR kita bersama untuk mendorong masyarakat berlaku jujur, tidak juga mencari celah dalam aturan yang ada. Kalau ditanya jalur zonasi yang sekarang menjadi heboh itu banyak kecurangan dilakukan oleh masyarakatnya, bukan panitianya,” ujar dia.
Indraza melanjutkan, pihaknya juga menyarankan agar dilakukan upaya meminimalisasi favoritism satuan pendidikan, yakni dengan melakukan pemerataan akses dan penerapan standar pelayanan dan pemerataan pembagian kuota jalur undangan perguruan tinggi kepada satuan pendidikan.
Sedangkan, saran perbaikan jangka panjang, Indraza mengatakan agar dilakukan penyusunan peta jalan pengembangan satuan pendidikan di Indonesia. Setidaknya mencakup pemetaan kebutuhan, standardisasi pelayanan pendidikan.
“Kami juga menemukan banyak sekolah yang masih kekurangan tenaga pengajar. Padahal, kalau dilihat dari data jumlah guru di Indonesia cukup banyak, tapi ternyata sebarannya tidak merata,” tutur dia.
Lalu, saran jangka panjang lainnya adalah penguatan peran pengawasan dan penindakan atas pelanggaran. Hal itu kaitannya dengan pelibatan Kepala Daerah dan penegak hukum.
“Kami berharap juga ada keberanian kepala daerah untuk menindak pelanggar-pelanggar, misalnya mungkin secara administratif mendiskualifikasi peserta, atau menerapkan sanksi kepada dinas, kepala sekolah,” ujar dia.
Ombudsman RI juga mendorong pemerataan akses internet khususnya di daerah remote atau 3T, serta penyusunan mekanisme pengelolaan pengaduan yang baku saat proses PPDB. Indraza mengatakan, meskipun masih ditemukan persoalan berulang pada PPDB, tapi pihaknya tetap mendorong dilakukan optimalisasi sistem seleksi PPDB.
“Seleksi jalur PPDB tersebut masih dianggap relevan untuk diterapkan. Karena memungkinkan adanya pemerataan hak akses pendidikan bagi setiap warga negara dan sebagai upaya meminimalisir favoritisme sekolah,” ucapnya.