REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bogor secara kontinyu melakukan razia dan menjading gelandangan dan pengemis yang beredar di Kota Bogor. Dalam dua bulan terakhir, jumlah gelandangan dan pengemis yang beredar tercatat mengalami penurunan.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Kota Bogor, Dody Wahyudin, memaparkan penurunan tersebut tercatat secara signifikan dari Juni, Juli, hingga Agustus.
“Kita pilah, dari bulan Juni sampai Agustus, itu ada terjadi penurunan. Lumayan signifikan juga, sangat drastis. Di Juni yang kita tangani tercatat 62 kasus, Juli ada 41 kasus, Agustus ada 30 kasus yang kita tangani,” kata Dody kepada Republika, Selasa (5/9/2023).
Lebih lanjut, Dody mengatakan, sebagian besar gelandangan dan pengemis yang ada di Kota Bogor berasal dari Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Oleh karenanya, ia berkoordinasi dengan Dinsos dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) setempat.
“Bagaimana caranya agar PPKS ini tidak kembali lagi mengemis di Kota Bogor. Jadi kalau sudah ranahnya di Kabupaten Bogor/ Sukabumi, kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Karena bukan wilayah Kota Bogor,” jelasnya.
Dody menyebutkan, ada dua penanganan yang dilakukan Dinsos Kota Bogor setelah menjaring gelandangan dan pengemis. Pertama, yakni mengembalikan yang bersangkutan ke keluarganya atau dititip ke panti milik pemerintah.
Langkah kedua, sambung dia, yakni menawarkan para pelaku usia sekitar 18 hingga 30 tahun, untuk mengikuti pelatihan. Sehingga keterampilan dari gelandangan dan pengemis itu bisa diasah, lalu bekerja sama dengan Sentra Terpadu Inter Suweno milik Kementerian Sosial dan Dinsos Provinsi Jawa Barat.
“Apabila mereka masih ingin merubah nasib, kita memberi bantuan modal usaha. Ada juga beberapa PMKS yang sudah beralih dari pengemis ada yang jualan kopi, minuman ringan,“ kata Dody.
Bahkan, menurut Dody, Dinsos Kota Bogor juga memberi bantuan sepeda motor roda tiga bagi penyandang disabilitas. Sehingga menurutnya Dinsos Kota Bogor sudah memberi banyak solusi bagi para gelandangan dan pengemis tersebut.
“Tapi emang ada pemain lama yang pada dasarnya kita sudah beri bantuan, kita beri pelatihan, tapi pada akhirnya gagal dan kembali ke jalan. Jadi pemerintah sudah banyak membantu dan memberi solusi. Sekarang tinggal kembali lagi kepada mental individu tersebut,” ujarnya.
Di samping itu, Dody menambahkan, ada pula gelandangan dan pengemis yang dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi karena ada indikasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Di RSJ tersebut, yang bersangkutan akan diobati dan dirawat dalam kurun waktu tertentu.
“Biasanya di RSJ antara 12 hingga 22 hari, tergantung kepada tingkat sakitnya. Ada yang ringan, sedang. Kalau sudah sembuh ya secepatnya langsung dipulangkan. Jadi yang terindikasi ODGJ baru kita bawa,” ucapnya.