Selasa 05 Sep 2023 20:58 WIB

ASEAN Akui Gagal Buat Kemajuan Tangani Krisis Myanmar

Lima poin konsensus akan menjadi mekanisme ASEAN dalam menyelesaian isu Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Kursi yang diperuntukkan bagi pemimpin Myanmar dibiarkan kosong saat sidang paripurna KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta, Indonesia, Selasa, 5 September 2023.
Foto: Willy Kurniawan/Pool Photo via AP
Kursi yang diperuntukkan bagi pemimpin Myanmar dibiarkan kosong saat sidang paripurna KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta, Indonesia, Selasa, 5 September 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Upaya ASEAN menangani krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar masih belum mencapai hasil positif. Dalam KTT ASEAN ke-43 terungkap tidak ada kemajuan dalam pelaksanaan Lima Poin Konsensus (Five Points of Consensus), yakni formula dan pedoman yang disepakati ASEAN untuk mengatasi krisis di Myanmar.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengungkapkan, isu Myanmar dibahas dalam KTT ASEAN Sesi Retreat. “Para pemimpin meninjau implementasi Lima Poin Konsensus sesuai mandat KTT ASEAN ke-40 dan ke-41. Kesimpulannya, tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi Lima Poin Konsensus,” kata Retno kepada awak media di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Baca Juga

Menurut Retno, para pemimpin ASEAN memahami peliknya situasi terkait isu Myanmar. Kendati demikian, mereka tetap mengapresiasi Indonesia selaku ketua ASEAN tahun ini dalam mengupayakan penyelesaian krisis Myanmar.

“Bapak Presiden (Joko Widodo) menyampaikan tadi, dalam sembilan bulan (keketuaan ASEAN), Indonesia telah melakukan 145 engagement. Ini adalah engagement paling banyak dan paling intensif yang pernah dilakukan oleh ASEAN,” ungkap Retno.

Dia menjelaskan, setelah melakukan diskusi di sesi retreat, para pemimpin ASEAN memutuskan, Lima Poin Konsensus tetap menjadi rujukan utama dalam penanganan isu Myanmar. Para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk membentuk troika yang terdiri dari ketua ASEAN saat ini, sebelumnya, dan yang akan datang. “Keterwakilan non-politis Myanmar dipertahankan,” kata Retno.

Retno menambahkan, ASEAN berkomitmen melanjutkan bantuan kemanusiaan. “Dalam pertemuan tadi para pemimpin juga mengapresiasi upaya ketua Indonesia dalam melanjutkan bantuan kemanusiaan,” ucapnya.

Saat membuka KTT ASEAN Sesi Retreat, Jokowi mengatakan, ASEAN harus berani mengevaluasi diri dalam penanganan isu Myanmar.  Dalam pidato awalnya, dia memaparkan apa yang sudah dilakukan Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini terkait penanganan isu Myanmar. “Indonesia telah menjalin keterlibatan yang sangat intensif dengan lebih dari 145 engagement dengan 70 stakeholder dan telah dilakukan dalam 9 bulan,” ucapnya.

Jokowi mengklaim, saat ini kepercayaan sudah mulai terbangun antara para pihak atau pemangku kepentingan di Myanmar. “Kecuali dengan junta militer,” ujarnya.

Menurut Jokowi, sekarang saatnya ASEAN terus mendorong dilakukannya dialog inklusif nasional sebagai kunci penyelesaian krisis politik di Myanmar. Namun dia mengakui, proses tersebut akan memakan waktu cukup panjang.

“Oleh sebab itu demi kepentingan keluarga ASEAN, kita harus berani mengevaluasi diri, membahas permasalahan secara terbuka, dan mencari solusi bersama. Kita butuh upaya yang lebih taktis dan extraordinary untuk mengimplementasikan Lima Poin Konsensus,” kata Presiden.

Sejauh ini memang belum ada kemajuan dalam penerapan Lima Poin Konsensus. Aksi kekerasan masih terus berlangsung di Myanmar. Pada Juli lalu, organisasi Human Rights Watch bahkan sempat menyatakan bahwa pelanggaran terhadap Lima Poin Konsensus dilakukan junta Myanmar setiap hari. Seperti yang sudah dilakukan sejak 2021, tahun ini perwakilan junta Myanmar kembali tak diundang ke KTT ASEAN.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement