REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi sektor keuangan Indonesia saat ini dinilai stabil dan sehat walau keadaan ekonomi global sedang terpuruk. Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, perekonomian sejumlah negara tengah terpuruk. "Namun, itu tidak berarti Indonesia harus juga terpuruk dan sektor keuangan menjadi tidak sehat," kata dia kepada Republika, Selasa (5/9/2023).
Ia memaparkan, perekonomian nasional masih tumbuh positif dan melanjutkan tren pemulihan pascapandemi. Disebutkan, sudah tujuh kuartal ekonomi indonesia mencatat angka positif.
Hal itu, kata dia, tentu berdampak baik terhadap sektor keuangan. Indikator utama sektor keuangan yaitu permodalan, likuiditas, kredit bermasalah atau Nonperforming Loan (NPL), dan lainnya.
"Semua menunjukkan angka positif yang berarti perkembangan sektor keuangan stabil dan sehat. beberapa lembaga keuangan terutama perbankan bahkan menunjukkan pertumbuhan laba sangat besar," kata Piter.
Sebelumnya, ekonomi China dikabarkan tengah menghadapi tekanan beruntun. Nulai dari lesunya konsumsi masyarakat, inflasi yang rendah atau mengalami deflasi, sektor manufaktur yang melambat, dan krisis yang menimpa beberapa sektor mulai dari properti hingga perbankan bayangan (shadow banking). Biro Statistik Nasional (NBS) merilis data penjualan ritel, industri, dan investasi semuanya tumbuh pada kecepatan yang lebih lambat dari yang diharapkan. Berdasarkan data NBS, produk (//output) industri tumbuh 3,7 persen dari tahun sebelumnya, melambat dari laju 4,4 persen yang terlihat pada Juni. Ini berada di bawah ekspektasi untuk kenaikan 4,4 persen dalam survei Reuters.
Sedangkan penjualan ritel hanya tumbuh 2,5 persen pada Juli lalu, turun dari kenaikan 3,1 persen pada Juni dan meleset dari perkiraan analis pertumbuhan 4,5 persen meskipun tren perjalanan meningkat di musim panas. Tingkat pengangguran China juga mulai naik pada bulan lalu, yakni sebesar 5,3 persen, dari sebelumnya pada Juni lalu sebesar 5,2 persen.