REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyebutkan perlu ada upaya yang lebih keras agar kualitas udara menjadi lebih baik.
“Yang penting hasilnya. Artinya, kebijakan apa pun silakan diambil, tapi yang utama itu bagaimana supaya hasilnya (indeks kualitas udara) turun, dan sekarang kita lihat hasilnya belum turun, itu poin pertama,” ujar Tjandra.
Ia menegaskan, pemerintah perlu bekerja keras untuk menganalisis penyebab utama polusi udara di Jabodetabek, sehingga bisa dilakukan penanggulangan yang tepat.
“Ada polusi akibat ulah manusia atau faktor alam seperti El-Nino, cuaca, arus angin, dan lain sebagainya, jadi memang harus dianalisis, faktor alam apa perannya, dan penyebabnya apa. Walaupun sudah diungkapkan beberapa kali, menurut saya harus dikaji secara jelas penyebab utamanya yang mana, dan Jakarta ini kan besar, Jakarta Utara dan Selatan bukan tidak mungkin berbeda (penyebabnya),” kata dia.
Ia menuturkan, meski upaya memperbaiki kualitas udara ini sudah dilakukan sekian lama, tetapi angkanya masih belum turun secara bermakna.
“Saya tahu sudah ada beberapa hal yang dilakukan, tetapi kalau dilakukan lebih masif lagi lebih baik, misalnya saya ambil contoh konkret, di beberapa tempat misalnya saat saya di luar negeri, pada saat polusi udara sedang tinggi, pembangunan rumah dihentikan, truk juga tidak boleh masuk kota agar angkanya turun dulu. Penggunaan generator juga tidak boleh yang menggunakan bensin, harus yang menggunakan gas,” ucapnya.
Contoh yang diungkapkan Tjandra membuktikan bahwa analisis penyebab yang tepat bisa menghasilkan intervensi tepat pula sehingga hasilnya lebih terukur. “Kalau memang penyebabnya industri, harus segera dilakukan langkah konkret, saya kira pemerintah juga sudah mengeluarkan beberapa pernyataan, yang jelas apapun yang dilakukan, angkanya tolong segera diturunkan,” paparnya.
Ia juga mengatakan bahwa masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain menghirup udara yang sudah tercemar. ''Kalau makanan dan minuman tercemar, kita bisa memilih untuk membeli yang bersih sehingga tidak mengganggu kesehatan, tetapi kalau udara tidak bisa, kalau sudah tercemar seperti ini, mau tidak mau harus kita hirup,” katanya.
Ia juga meminta masyarakat untuk ikut berinisiatif melakukan sesuatu untuk lingkungan yang lebih baik. “Saya beberapa waktu lalu datang ke Puskesmas Cilandak, ngobrol dengan Kepala Puskesmas, saya bilang ini kan masyarakat perlu informasi, dan kita sebagai petugas kesehatan harusnya lebih tahu. Untuk itu waktu itu saya sarankan ada pojok polusi, akhirnya kita buat di teras puskesmas, dan dalam waktu lima belas menit sudah ada yang datang,” tuturnya.
Hal itu terjadi karena menurutnya, masyarakat belum paham bagaimana membaca angka-angka yang ada di aplikasi pantauan kualitas udara, meskipun sudah dijelaskan berulang kali, tetapi masyarakat tetap ingin bertanya langsung kepada ahli atau orang yang memahami polusi udara. “Jadi itulah partisipasi saya sebagai warga, dan kebetulan saya sebagai dokter saya usulkan seperti itu, kita duduk sama-sama untuk mencari solusi,” kata dia.
Ia juga berpesan agar masyarakat bijaksana menggunakan kendaraan pribadi, tidak merokok dan tidak membakar sampah untuk mengurangi pencemaran udara.