Rabu 06 Sep 2023 15:01 WIB

Filipina Gantikan Kepemimpinan Myanmar di ASEAN Tahun 2026

Junta militer merebut kekuasaan dengan kekerasan di Myanmar pada 2021.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
 (dari kiri) Presiden Filipina Ferdinand Romualdez Marcos Jr, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Head of Delegation of The Kingdom of Thailand Sarun Charoensuwan, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Presiden RI Joko Widodo, Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, Perdana Menteri Malaysia Dato Seri Anwar Ibrahim, dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao sebelum KTT ke-26 ASEAN-Jepang di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Foto: EPA-EFE/WILLY KURNIAWAN
(dari kiri) Presiden Filipina Ferdinand Romualdez Marcos Jr, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Head of Delegation of The Kingdom of Thailand Sarun Charoensuwan, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Presiden RI Joko Widodo, Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, Perdana Menteri Malaysia Dato Seri Anwar Ibrahim, dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao sebelum KTT ke-26 ASEAN-Jepang di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pemimpin Asia Tenggara memutuskan Myanmar tidak akan mengambil alih kepemimpinan bergilir blok regional tersebut sesuai jadwal pada 2026. Langkah ini menjadi pukulan terbaru pada junta militer yang berkuasa untuk mendapatkan pengakuan internasional setelah merebut kekuasaan dengan kekerasan pada 2021 lalu.

Pemerintahan Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) mengutuk kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada 2021. Barat menuntut agar Suu Kyu dan pejabat pemerintah demokratis lainnya segera dibebaskan.

Baca Juga

Perlawanan terhadap kekuasaan militer meningkat menjadi apa yang beberapa ahli PBB digambarkan sebagai perang saudara.

Di pertemuan puncak ASEAN yang diselenggarakan di Indonesia pada Selasa (5/9/2023) malam Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan, negaranya setuju mengambil alih kepemimpinan ASEAN pada tahun 2026. Hal ini Marcos sampaikan kepada pemimpin negara ASEAN lainnya dalam pertemuan tertutup.

“Dengan senang hati saya mengumumkan Filipina siap untuk memimpin dan memimpin ASEAN pada tahun 2026,” kata Marcos seperti dikutip dalam pernyataan yang dirilis seusai pertemuan.

Dalam pernyataan resminya ASEAN menegaskan keputusan untuk menyerahkan keketuaan 2026 pada Filipina dan menegaskan komitmen blok pada rencana lima poin untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di Myanmar.

Marcos tidak menjelaskan mengapa Myanmar kehilangan kepemimpinan ASEAN selama setahun. Namun, dua diplomat ASEAN yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, hal itu terkait dengan perselisihan sipil yang terus berlanjut di negara tersebut dan kekhawatiran ASEAN pada hubungannya dengan AS dan Uni Eropa

Dalam pernyataannya mengenai Myanmar, para pemimpin ASEAN menekankan keinginan untuk bekerja sama dengan para jenderal untuk mengakhiri krisis di negara tersebut. Terutama dalam konteks rencana lima poin yang diterima Myanmar pada 2021 tetapi sebagian besar gagal dilaksanakan.

Namun, para pemimpin ASEAN juga mendesak “Angkatan Bersenjata Myanmar pada khususnya, dan semua pihak terkait di Myanmar untuk mengurangi eskalasi kekerasan dan menghentikan serangan yang ditargetkan terhadap warga sipil, rumah dan fasilitas umum, seperti sekolah, rumah sakit, pasar, gereja dan biara."

Pernyataan-pernyataan ASEAN sebelumnya tidak terlalu tajam. Kementerian Luar Negeri Myanmar menolak pernyataan ASEAN yang dianggap bias dan sepihak.

Kementerian Luar Negeri pemerintah militer Myanmar juga memprotes mereka tidak terwakili dalam pertemuan tersebut, yang diklaim sebagai pelanggaran terhadap piagam ASEAN.

“Meskipun Ketua ASEAN berkonsultasi dengan Myanmar mengenai rancangan dokumen tersebut, pandangan dan suara Myanmar tidak diperhitungkan,” kata Kementerian Luar Negeri Myanmar dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di Naypyidaw.

Sebagai hukuman atas kegagalan mereka mematuhi rencana perdamaian, para jenderal tertinggi Myanmar dan pejabat yang ditunjuk kembali dilarang menghadiri pertemuan puncak tahun ini di Jakarta. Meskipun beberapa negara menyarankan agar mereka diizinkan kembali untuk berpartisipasi karena pengusiran mereka gagal menyelesaikan konflik.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan para pemimpin ASEAN memutuskan untuk tetap berpegang pada rencana perdamaian meskipun ada penilaian  rencana tersebut belum membawa kemajuan dalam meredakan krisis. Mereka menunjuk tiga negara–yang merupakan ketua blok tersebut sebelumnya, saat ini dan selanjutnya–untuk menangani langsung kerusuhan sipil di Myanmar.

Retno mengatakan para jenderal Myanmar akan terus dilarang menghadiri pertemuan tingkat tinggi ASEAN.

Organisasi pemantau hak asasi manusia, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mencatat sejak kudeta tentara Myanmar telah membunuh sekitar 4.000 warga sipil dan menangkap 24.410 lainnya.

Agenda utama pertemuan puncak ASEAN seputar perang sipil yang terus berlanjut di Myanmar dan gejolak baru dalam sengketa wilayah yang telah lama berlangsung di Laut Cina Selatan.

Isu-isu pelik termasuk persaingan AS-Cina di kawasan ini telah memicu perpecahan di dalam ASEAN, dan Presiden Indonesia Joko Widodo kembali menyerukan agar negara-negara di blok tersebut bersatu.

“Kita semua menyadari besarnya tantangan dunia saat ini, dimana kunci utama untuk menghadapinya adalah persatuan dan sentralitas ASEAN,” kata Presiden Joko Widodo pada pemimpin-pemimpin ASEAN lainnya.

Ia mengibaratkan kelompok regional itu seperti sebuah kapal besar yang membawa masyarakat Asia Tenggara. “Para pemimpin ASEAN harus memastikan kapal ini mampu terus melaju, mampu terus berlayar,” ujarnya.

“Kita harus menjadi kapten kapal kita sendiri untuk mewujudkan perdamaian, mewujudkan stabilitas, dan mewujudkan kesejahteraan bersama,” kata presiden.

Setelah pertemuan puncak para pemimpin kelompok regional tersebut akan bertemu dengan rekan-rekan mereka di Asia dan Barat dari Rabu (6/9/2023) hingga Kamis (7/9/2023) termasuk Wakil Presiden AS Kamala Harris, yang hadir sebagai pengganti Presiden Joe Biden, Perdana Menteri Cina Li Qiang, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

Sebelum terbang ke Jakarta, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan ia berencana untuk menawarkan jaminan keamanan pelepasan air limbah radioaktif pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut. Pelepasan yang dimulai pada 24 Agustus itu memicu perselisihan dengan Cina yang segera memberlakukan larangan terhadap semua makanan laut Jepang.

Saat ditanya tentang kemungkinan pertemuan dengan Perdana Menteri Cina Li di Jakarta, Kishida mengatakan belum ada keputusan yang diambil mengenai hal itu.

Baru-baru ini Kishida dan tiga orang menterinya memakan sashimi, gurita, dan ikan yang ditangkap di lepas pantai Fukushima untuk menunjukkan produk bahari dari laut dekat Fukushima tetap aman dimakan.

Mengenai sengketa wilayah Laut Cina Selatan, para pemimpin ASEAN “menegaskan kembali perlunya meningkatkan rasa saling percaya dan percaya diri, menahan diri dalam melakukan kegiatan yang dapat memperumit atau meningkatkan perselisihan dan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas serta menghindari tindakan yang dapat semakin memperumit  situasi ini,” kata komunike pemimpin ASEAN yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo atas nama para pemimpin lainnya.

Anggota ASEAN, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei terlibat dalam pertikaian teritorial di Laut Cina Selatan yang diklaim Cina. 

 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement