REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak-anak dan orang dewasa penderita penyakit paru seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), menghadapi risiko yang lebih besar dari perubahan iklim. Hal ini diungkap oleh sebuah laporan yang dipublikasikan di European Respiratory Journal.
Laporan ini mengumpulkan bukti-bukti mengenai bagaimana dampak perubahan iklim seperti gelombang panas, kebakaran hutan, dan banjir, akan memperparah kesulitan bernapas bagi jutaan orang di seluruh dunia, terutama bayi, anak-anak, dan orang tua. Ketua Komite Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat Respiratori Eropa Prof Zorana Jovanovic Andersen mengatakan, perubahan iklim memengaruhi kesehatan semua orang, tetapi penderita penyakit paru termasuk yang paling rentan.
"Mereka adalah orang-orang yang sudah mengalami kesulitan bernapas dan mereka jauh lebih sensitif terhadap perubahan iklim. Gejala mereka akan menjadi lebih buruk, dan bagi beberapa orang hal ini akan berakibat fatal," kata Andersen.
"Polusi udara sudah merusak paru-paru kita. Sekarang efek dari perubahan iklim menjadi ancaman utama bagi pasien dengan kondisi penyakit paru," tambah Andersen seperti dilansir Siasat, Rabu (6/9/2023).
Menurut laporan tersebut, efek-efek ini termasuk suhu yang lebih tinggi dan peningkatan alergen di udara, seperti serbuk sari. Efek tersebut juga mencakup peristiwa cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi seperti gelombang panas, kekeringan, dan kebakaran hutan, yang menyebabkan polusi udara ekstrem dan badai debu. Selain itu, curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembaban dan jamur yang lebih parah di rumah.
Laporan ini secara khusus menyoroti risiko ekstra pada bayi dan anak-anak yang paru-parunya masih berkembang. Tahun ini, rekor baru telah ditetapkan untuk suhu tinggi di seluruh dunia, dan Eropa telah mengalami gelombang panas, kebakaran hutan yang dahsyat, hujan badai, dan banjir.
"Sebagai dokter, kita perlu mewaspadai risiko-risiko baru ini dan melakukan semua yang kita bisa untuk membantu meringankan penderitaan pasien. Kita juga perlu menjelaskan risiko-risiko tersebut kepada pasien, sehingga mereka dapat melindungi diri mereka sendiri dari dampak buruk perubahan iklim,” kata Prof Andersen.
Prof Andersen mengatakan, standar yang ada saat ini sudah ketinggalan zaman dan tidak mampu melindungi kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Dia menyerukan standar kualitas udara baru yang ambisius, untuk memastikan udara yang lebih bersih dan kesehatan yang lebih baik.
"Kita semua perlu menghirup udara yang bersih dan aman. Itu berarti kita membutuhkan tindakan dari para pembuat kebijakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap planet kita dan kesehatan kita," kata Prof Andersen.