REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Alquran adalah satu-satunya kitab langit yang tidak mengalami perubahan dari sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW hingga hari ini.
Bagi umat Islam, Alquran merupakan dasar hukum dan nilai sekaligus sumber keilmuan. Alquran telah meletakkan batu bangunan peradaban kurang lebih seperempat penduduk bumi yang mayoritas berada di daerah timur.
Bagi bangsa-bangsa Barat, tentu saja Alquran merupakan pintu masuk untuk memahami pemikiran umat Islam. Atas dasar inilah, kemudian sejak dini Barat melakukan usaha penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa Eropa dengan gencar.
Kekuasaan kekhalifahan Islam yang merambah hingga ke wilayah Andalusia, Spanyol membuat agama Islam menjadi agama yang berkembang pesat di wilayah barat benua Eropa.
Perkembangan pesat yang dialami agama Islam, menurut el-Hurr, mendorong seorang Kepala biara Gereja Cluny, Prancis bernama Petrus Agung atau Peter The Venerable untuk menerjemahkan Alquran demi mendapatkan pengetahuan tentang kitab suci umat Islam itu.
Upaya-upaya penerjemahan Alquran ke dalam bahasa lain telah dirintis sejak abad ke-12 Masehi oleh orang-orang Eropa. Karenanya, tak mengherankan jika sebagian besar dari terjemahan Alquran ini ditemukan dalam berbagai bahasa Eropa.
El-Hurr dalam tulisannya yang berjudul Barat dan Alquran: Antara Ilmu dan Tendensi mengungkapkan, mayoritas penerjemahan Alquran oleh orang-orang Eropa tersebut dilakukan berdasarkan pesanan gereja ataupun penguasa-penguasa Barat.
Baca juga: 10 Peringatan dan Bahayanya yang Diabadikan dalam Alquran untuk Umat Manusia
Namun, tujuan penerjemahan Alquran yang dilakukan oleh orang-orang Barat non-Muslim itu dalam kenyataan di lapangan berbeda dengan tujuan penerjemahan Alquran yang dilakukan oleh umat Islam sendiri. Lalu, apa sebenarnya tujuan penerjemahan Alquran yang telah dilakukan oleh bangsa Barat ini?
Baca juga: 14 Keistimewaan Alquran yang Tak Terbantahkan Sepanjang Masa
Namun amat disayangkan, sebagian besar dari terjemahan Alquran yang dilakukan ke dalam berbagai bahasa Eropa ini jauh dari kebenaran dan hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks asli Alquran.
Dalam kitab Tarikh Harakat al-Istisyraq dipaparkan bahwa Abraham Hanclemann (1652-1692), seorang pendeta di Hamburg, misalnya, telah menerjemahkan redaksi Alquran tanpa menyertakan penjelasan apa pun.