Rabu 06 Sep 2023 20:40 WIB

PKB Merasa tak Berlawanan dengan PBNU

PKB dan PBNU tak saling bertentangan satu sama lain.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid singkat menanggapi kesan yang menyebut bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah tak sejalan dengan partainya. Ia menjawab, PKB dan PBNU tak saling bertentangan satu sama lain.

"Nggak, nggak ada, nggak ada itu," ujar Jazilul menjawab pertanyaan soal PBNU yang terkesan selalu bertentangan dengan keputusan politik PKB, di Nasdem Tower, Jakarta, Rabu (6/9/2023).

PBNU sendiri sudah menyatakan, NU tidak lagi terlibat dalam partai politik maupun politik praktis. Diketahui, pernyataan tersebut disampaikan pada Sabtu (2/9/2023) malam seusai dideklarasikannya Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Anies Rasyid Baswedan.

Ditanya lebih lanjut, apakah pernyataan PBNU tersebut akan menggerus suara pemilih dari kelompok Nahdliyin untuk pasangan Anies-Muhaimin? Jazilul yakin bahwa hal tersebut tak akan terjadi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Nggak ada (suara Nahdliyin yang pecah karena pernyataan PBNU)," singkat Jazilul yang kemudian memasuki mobilnya dan meninggalkan Nasdem Tower.

Sebelumnya di lokasi yang sama, Muhaimin juga menanggapi pernyataan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya yang mengungkapkan NU tidak lagi terlibat dalam partai politik. Tegasnya singkat, ia tak pernah membawa PBNU dalam sikap dan keputusan PKB.

"Saya tidak pernah bawa-bawa itu, saya tidak pernah bawa-bawa PBNU, tapi saya dari lahir sampai sekarang orang tahu saya adalah NU," singkat Muhaimin.

Diketahui, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengungkapkan NU tidak lagi terlibat dalam partai politik maupun politik praktis. Hal ini sesuai dengan keputusan muktamar pada 1984.

"Dulu sebelum 1973 NU pernah menjadi partai politik, tapi para ulama sudah sepakat membuat keputusan NU tidak lagi beroperasi sebagai partai politik, tidak lagi menjalankan politik praktis tetapi kembali fungsinya sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan. Itu keputusan muktamar 1984, dulu terkenal kembali ke khitah," kata Gus Yahya, Sabtu (2/9/2023).

Gus Yahya melanjutkan, dalam norma organisasi NU tidak mengizinkan mendukung pasangan calon presiden dan wakilnya atau sebagai kompetitor. Menurut dia, ulama NU juga mengetahui terkait hal ini dan mereka ingin pemilu yang lancar.

"Semua orang, ulama punya concern agar pemilu berjalan sehingga baik dan lancar supaya hasilnya berkualitas dan prosesnya aman," ucap Gus Yahya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement