Rabu 06 Sep 2023 21:11 WIB

Bareskrim: Kasus Rocky Gerung Bukan Terkait Penghinaan Terhadap Presiden

Tim penyidik masih menetapkan Rocky Gerung sebagai saksi dan terlapor.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Pengamat Politik Rocky Gerung menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (6/9/2023). Rocky Gerung memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk memberikan klarifikasi terkait kasus dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengamat Politik Rocky Gerung menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (6/9/2023). Rocky Gerung memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk memberikan klarifikasi terkait kasus dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri meluruskan perihal kasus dugaan pidana yang menyasar Rocky Gerung. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhandhani Rahardjo Puro memastikan, kasus yang menjadikan pegiat politik itu sebagai terlapor bukan menyangkut ungkapan "bajingan tolol" terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Melainkan, kata dia, terkait dengan penyebaran kabar bohong dan penghasutan untuk melakukan onar. Djuhandhani menerangkan, ungkapan "bajingan tolol" yang dinilai sebagai penghinaan terhadap Presiden Jokowi tak masuk dalam objek penyelidikan terhadap Rocky Gerung.

Baca Juga

“Tidak ada penghinaan terhadap Presiden. Yang dilaporkan oleh beberapa elemen masyarakat adalah yaitu tentang penghasutan, tentang berita bohong, kemudian SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan),” kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Djuhandhani melanjutkan, proses hukum terkait perkara Rocky Gerung ini masih dalam penyelidikan. Tim penyidik di Dittipidum Bareskrim Polri masih menetapkan Rocky Gerung sebagai saksi dan pihak terlapor.

Kata dia beberapa materi penyampaian yang dilakukan Rocky Gerung menyangkut soal komoditas tertentu, kemudian tentang etnis tertentu yang berujung pada situasi keonaran. “Kaitannya adalah tentang beberapa berita yang dinyatakan oleh terlapor (Rocky Gerung) klausulnya itu dianggap kabar bohong oleh pihak pelapor. Seperti tentang kelapa sawit, kemudian tentang China, dan lain-lain sebagainya,” tegas Djuhandani.

Kata Djuhandhani, beberapa kondisi pascaorasi dan penyampaian Rocky Gerung tersebut terbukti memicu keonaran yang terjadi di sejumlah wilayah. “Seperti di Kalimantan Barat, di Kalimantan Timur, di Kalimantan Tengah, di Yogyakarta, di Sumatra Utara, di Tangerang Kota, dan di Bekasi,” kata Djuhandhani.

Dari objek penyelidikan tersebut, tim penyidikan menggunakan acuan dalam Pasal 14 UU 1/1946 tentang penyebaran kabar bohong dan penghasutan yang berujung pada keonaran, dan Pasal 160 KUH Pidana tentang penghasutan, serta Pasal 45 juncto Pasal 28 UU ITE. Pada Rabu (6/9/2023), tim penyidik Dittipidum Bareskrim Polri pun melakukan pemeriksaan terhadap Rocky Gerung.

Pemeriksaan tersebut adalah yang pertama setelah Rocky Gerung dilaporkan oleh 25 pihak ke polda-polda dan di Bareskrim. Djuhandhani menerangkan, dari semua pelaporan ke kepolisian di daerah tersebut, penanganan kasusnya disatukan dalam penyelidikan di Dittipidum Bareskrim Polri.

Sampai dengan Rabu (6/9/2023), Djuhandhani mengatakan, sudah melakukan pemeriksaan dan permintaan keterangan terhadap 73 saksi dari para pelapor. Kepolisian juga turut meminta pandangan untuk penyelidikan terhadap 13 ahli.

Djuhandani mengatakan, pada pemeriksaan Rabu (6/9/2023), tim penyidiknya menanyai Rocky dengan 97 daftar pertanyaan. “Tetapi baru dijawab 47 pertanyaan,” kata Djuhandhani. Proses pemeriksaan terhadap Rocky Gerung akan kembali dilakukan pada Rabu (13/9/2023) mendatang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement